Hari ini, Kamis 1 Februari 2007 Mahkamah Konstitusi, Departemen Komunikasi dan Informatika, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Kementerian Pemberdayan Perempuan menandatangani nota kesepahaman tentang Penataan Halaman/Lingkungan dan Parkir Kendaraan Lingkungan Gedung Perkantoran Pemerintah Jalan Medan Merdeka No. 6-7 dan Jalan Abdul Muis No.7 Jakarta Pusat. Bertempat di lantai 4 gedung Mahkamah Konstitusi RI, diadakan Penandatangan Nota Kesepahaman Penataan Halaman Parkir di Lingkungan Gedung Perkantoran. Acara ini dihadiri oleh Para Hakim Konstitusi, Sekretaris Jenderal MK, dan jajaran pegawai di lingkungan MK.
Nota Kesepahaman ini ditandatangani Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar yang bertindak untuk dan atas nama Mahkamah Konstitusi RI. Dari Departemen Komunikasi dan Informasi diwakili Dr. Ir. Ashwin Sasongko, M.Sc, Sekretaris Jenderal Departemen Komunikasi dan Informatika RI. Dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Ir. Rachmat Tatang Bachrudin, Sekretaris Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, dan dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr. Ir. Koensatwanto Inpasihardjo, Dipl., H.E., M.Sc, Sekretaris Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.
Sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepahaman Pasal 1 tentang Maksud dan Tujuan ayat (1), Penataan ini diselenggarakan dalam upaya menjalin kebersamaan dan ketertiban parkir kendaraan serta keasrian lingkungan untuk Kementerian/Lembaga yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat No.6-7 dan Jalan Abdul Muis No.7 Jakarta Pusat
Dalam sambutannya, Ketua MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menyatakan, masalah perparkiran adalah masalah kecil tapi penting sehingga perlu diatur secara detil. Menurut Jimly, untuk menyelesaikan soal-soal yang besar perlu terlebih dahulu menyelesaikan soal-soal kecil. Apalagi di tengah kondisi negara yang sekarang masih harus melakukan penataan-penataan, bahkan perombakan sistim administrasi negara. Saya rasa ini kegiatan pertama dalam republik ini, di mana kementerian negara/lembaga melakukan penataan perparkiran secara detil, papar Jimly.
Prof. Jimly juga menyinggung adanya kenyataan bahwa banyak instansi negara terjebak dalam sekat egoisme sektoral dan heroisme sektoral. Hal ini antara lain terjadi karena masing-masing ingin menutupi kekurangan bahkan kecurangan sektoral. Oleh karena itu, lanjut Jimly, penandatangan nota kesepahaman ini penting dilakukan untuk membuka katup egoisme dan heroisme sektoral. Setiap instansi/lembaga negara hendaknya bisa bekerja sama untuk melakukan hal-hal kecil hingga hal-hal yang besar, tanpa mengganggu tugas profesional masing-masing. Jika sudah menyangkut kewenangan, masing-masing harus independen, imbuh Jimly. (Nur/Yoga)