Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (15/9) siang. Kedatangan mereka diterima Peneliti MK, Helmi Kasim.
“MK adalah milik umum, bukan hanya untuk kaum elit. Bahkan pengadilan MK bersifat terbuka dan tidak ada biaya perkaranya,” kata Helmi Kasim saat membuka pertemuan itu.
Pada kesempatan itu Helmi menyampaikan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki MK. Kewenangan pertama, kata Helmi, MK melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 (PUU). Melalui kewenangan ini, MK banyak menguji berbagai produk undang-undang. “Yang dapat mengajukan perkara ke MK yaitu warga negara yang mempunyai kepentingan, lembaga negara, badan hukum publik maupun privat, lalu badan usaha,” imbuh Helmi.
Helmi melanjutkan, MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga (SKLN) dan memutus pembubaran partai politik. “Pihak yang boleh mengajukan permohonan pembubaran partai politik hanyalah pemerintah. Kalau pemerintah menganggap ada partai politik yang ideologinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, maka pemerintah bisa memohon ke MK untuk membubarkan partai politik tersebut,” papar Helmi yang didampingi Dosen Fakultas Syariah UIN Walisongo, Muhammad Soleh.
Berikutnya, MK berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU). Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Biasanya, kata Helmi, disebut dengan impeachment. Hal tersebut diamanatkan oleh Pasal 7A, Pasal 7B serta Pasal 24C ayat (2) UUD 1945. Helmi juga menjelaskan, kewenangan pembubaran partai politik dan impeachment belum pernah dilaksanakan oleh MK.
“Dua hal yang belum pernah dilaksanakan oleh MK yaitu memutus pembubaran partai politik dan impeachment,” jelas Helmi.
Di samping itu MK memiliki sejumlah fungsi, di antaranya menjadi pengawal konstitusi (The Guardian of Constitution). Sebagai pengawal konstitusi, tugas yang diemban MK adalah memastikan ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati dalam Undang-Undang Dasar oleh seluruh warga negara Indonesia tidak dilanggar oleh undang-undang yang ada di bawahnya. “Oleh sebab itu, dari mulai pembukaan sampai pasal terakhir konstitusi menjadi kewajiban konstitusional Mahkamah Konstitusi untuk menjaga agar ketentuan-ketentuan itu tidak dilanggar oleh undang-undang yang posisinya berada di bawah Undang-Undang Dasar,” urai Helmi yang menyebutkan MK juga sebagai pelindung hak asasi manusia (HAM).
Lebih lanjut Helmi juga menyinggung peran sembilan Hakim Konstitusi yang berasal dari unsur Presiden, DPR dan Mahkamah Agung. “Minimal tujuh Hakim Konstitusi hadir untuk bisa memberikan putusan akhir sebuah perkara,” tandas Helmi. (Nano Tresna Arfana/IR)