Para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (14/9) siang. Kunjungan mereka diterima oleh Panitera Pengganti MK, Wiwik Budi Wasito di Aula Gedung MK. Pada pertemuan itu Wiwik mengatakan, agar lebih ada interaksi dengan para mahasiswa, maka pemberian materi dilakukan dengan model tanya jawab.
“Baik kalau ada yang ingin menanyakan seputar Mahkamah Konstitusi, dipersilahkan,” ucap Wiwik membuka pertemuan.
Para mahasiswa pun melontarkan berbagai pertanyaan dan yang paling banyak ditanyakan terkait dengan latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi. Wiwik menjelaskan, gagasan pembentukan MK di Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Mohammad Yamin pada masa kemerdekaan, namun gasasan itu ditolak Soepomo karena alasan-alasan tertentu.
Bertahun-tahun kemudian, pasca reformasi 1998 di Indonesia, terjadi perubahan konstitusi yang berlangsung selama empat tahap, yakni sejak 1999, 2000, 2001 dan 2002. Selama kurun waktu perubahan tersebut, sudah disinggung mengenai fungsi-fungsi judicial review. Khusus tentang MK di Indonesia, gagasannya muncul pada amandemen ketiga, tepatnya pada 2001.
“Semula fungsi judicial review ditawarkan ke Mahkamah Agung. Tapi, karena sudah puluhan ribu perkara ditangani oleh Mahkamah Agung. Akhirnya dirumuskanlah satu lembaga peradilan baru yaitu Mahkamah Konstitusi,” urai Wiwik.
Pada kesempatan itu ada juga pertanyaan mahasiswa mengenai tugas-tugas MK, selain menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Wiwik menerangkan, kewenangan MK berikutnya adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Di samping itu, MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik. “Namun sampai saat ini belum pernah ada perkara yang masuk ke MK terkait pembubaran partai politik,” papar Wiwik yang didampingi dosen FH UI, Gunarsah.
“Kewenangan MK selanjutnya adalah memutus sengketa hasil pemilu. Misalnya MK memutus sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada 2009 maupun 2014. Selain itu MK memutus sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah,” imbuh Wiwik.
Berikutnya, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran menurut Undang-Undang Dasar. “Dari lima kewenangan MK tersebut, sampai saat ini yang berjalan hanya tiga yaitu pengujian Undang-Undang, memutus sengketa hasil pemilu dan sengketa kewenangan antara lembaga negara,” tandas Wiwik.
Usai pertemuan itu, para mahasiswa melihat langsung proses persidangan MK dan berlanjut menuju Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. (Nano Tresna Arfana/IR)