Terpidana hukuman mati yaitu Su’ud Rusli mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi (UU Grasi). Sidang perdana perkara ini digelar Rabu (9/9), di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon hadir langsung dalam persidangan dengan didampingi kuasa hukum dan pengawal dari lembaga permasyarakatan (Lapas). Pada pokoknya, Pemohon meminta ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU Grasi yang membatasi jangka waktu permohonan grasi dihapuskan, sehingga Pemohon masih memiliki kesempatan untuk mengajukan pengurangan masa tahanan.
Kurniawan Adi Nugroho selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok permohonan Pemohon dan meminta Mahkamah menyatakan Pasal 7 ayat (2) UU Grasi dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Ketentuan yang diujikan tersebut mengatur bahwa pengajuan grasi oleh terpidana paling lama diajukan dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
Sebelum masuk ke substansi permohonan, Nugroho menyampaikan latar belakang permohonan terlebih dulu. Nugroho menjelaskan bahwa Pemohon I adalah terpidana mati dalam kasus Asabri sekitar tahun 2003-2004 dan putusannya sudah inkracht pada tahun 2006-2007 lalu. Pemohon I yakni Su’ud Rusli pernah mencoba mengajukan grasi namun upayanya terhalang ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU Grasi, di mana grasi hanya bisa diajukan dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan inkracht.
Sementara itu, Pemohon II Marselinus Edwin Hardian merupakan mahasiswa yang merasa tidak dapat lagi membantu masyarakat mengajukan grasi. Hardian sendiri merupakan aktivis bantuan hukum di kampusnya, Universitas Attahiriyah.
Dengan kondisi Pemohon I yang sudah dipidana kurang lebih selama 12 tahun, Pemohon merasa sudah tidak dapat mengajukan grasi. Terlebih Pasal 7 ayat (2) UU Grasi sudah memberikan batasan satu tahun. Pemohon merasa berhak hukumannya tetap dikurangi lewat upaya grasi yang jangka waktunya tidak hanya satu tahun seperti yang tercantum dalam pasal yang diuji. Pemohon merasa berhak mendapat kesempatan kedua karena Ia telah menjadi warga binaan Lapas Kelas I Surabaya yang aktif melakukan pembinaan kepada sesama warga binaan.
“Sebenarnya Pemohon ini mau mengajukan ya permohonan kalau bisa, jangan dieksekusi karena pidananya adalah pidana mati. Kalau bisa, jangan sampai pidana mati, setidak-tidaknya ya 15-20 tahun, sehingga kemudian ada penguranganlah seperti itu, sehingga dia dapat mengabdikan diri pada masyarakat. Demikian secara umum, secara garis besar seperti itu, Yang Mulia,” ujar Nugroho di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Saran Hakim
Usai mendengarkan penjelasan Pihak Pemohon, Manahan MP Sitompul yang menjadi anggota panel hakim menyampaikan saran agar Pemohon perlu menguraikan lebih lanjut kerugian konstitusional yang dialaminya akibat berlakunya pasal yang diuji. Manahan menanyakan alasan mengapa jangka waktu satu tahun dianggap tidak cukup hingga merugikan hak konstitusional Pemohon. “Kira-kira satu tahun itu apa tidak cukup? Atau ada alasan lain, sehingga satu tahun itu tidak bisa digunakan Pemohon untuk mengajukan grasi? Nah, ini juga perlu menjadi pertanyaan, nanti dijawab ya,” saran Manahan.
Sementara itu, Patrialis menambahkan agar Pemohon bisa mengaitkan filosofi pemberian grasi dengan hak konstitusional Pemohon. Karena pada dasarnya grasi adalah memberikan sesuatu keringanan kepada terpidana yang dapat berupa pengampunan, perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana. Seharusnya, lanjut Patrialis, Pemohon bisa mengaitkan filosofi tersebut dengan argumentasi yang menjelaskan bahwa Pemohon sebagai warga negara belum pernah menikmati filosofi dari grasi atau UU Grasi.
“Saudara ingin juga menikmati fasilitas dari negara terhadap hakikat dari kehadiran grasi itu sendiri, ya? Juga tidak ada salahnya Saudara mencoba memberikan satu komparasi dengan kehadiran Undang-Undang Pemasyarakatan. Di mana, antara lain di dalam Undang-Undang Pemasyarakatan itu pada hakikatnya adalah bisa menjadikan orang berubah dari kelakuan yang semula dan dia melakukan penyesalan yang luar biasa, ya. Kemudian, dia melakukan pertaubatan, dia melakukan penyesalan, itulah tugasnya Lembaga Pemasyarakatan. Nah, kalau berangkat dari aspek itu dan kalau memang betul Saudara sudah berupaya untuk mencoba memperbaiki diri semaksimal mungkin, Saudara tidak ada salahnya juga mengemukakan filosofi kehadiran pemasyarakatan. Apalagi kalau Saudara mampu menunjukkan semacam satu apresiasi atau penghargaan-penghargaan dari Lembaga Pemasyarakatan kepada Saudara,” papar Patrialis sembari mengingatkan agar perbaikan permohonan diserahkan paling lambat pada Selasa, 22 September 2015, pukul 10.00 WIB. (Yusti Nurul Agustin/IR)