Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan DPRD Kabupaten Poso Sulawesi Tengah terhadap Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah sebagai termohon dan Presiden RI cq. Menteri Dalam Negeri sebagai pihak terkait, Kamis 25 Januari 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK. Persidangan kali ini mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.
Dalam sidang pertama permohonan perkara Nomor 027/SKLN-IV/2006 yang lalu, Kuasa Hukum Pemohon H. Achmad Michdan, S.H. menjelaskan bahwa DPRD Kabupaten Poso menilai Gubernur Sulawesi Tengah telah mengusulkan dan mengesahkan serta melantik pasangan bupati/wakil bupati terpilih tanpa dilakukan dalam sidang paripurna DPRD. Gubernur dinilai telah melakukan tindakan melampaui batas kewenangannya dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (1) huruf d dan huruf j Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Kami menganggap pula Gubernur Sulawesi Tengah telah mengabaikan aspirasi masyarakat dalam proses demokratisasi dan tidak menghormati hukum karena telah melantik bupati dan wakil bupati tanpa adanya putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, jelas Michdan.
Terhadap permohonan di atas, Ketua Hakim Panel Prof. H.A. Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. meminta pemohon mencermati kembali kewenangan MK tentang mengadili sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Dalam permohonan, pemohon harus bisa menjelaskan apakah kewenangan DPRD Poso ini diberikan oleh UUD 1945. Kemudian, apakah para pemohon ini termasuk kategori lembaga negara yang memang mempunyai kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, ujar guru besar Universitas Brawijaya ini.
Mempertegas pernyataan Prof. Mukhtie, Hakim Anggota Panel H. Achmad Roestandi, S.H. mengingatkan pemohon supaya bisa menjelaskan lebih baik lagi perihal objectum litis dan subjectum litis (obyek dan subyek sengketa yang diperkarakan) dalam permohonannya, termasuk pihak termohonnya.
Sementara itu, Hakim Anggota Panel I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. meminta pemohon menyertakan bukti berita acara rapat pleno DPRD Kabupaten Poso yang menegaskan bahwa DPRD memutuskan mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara ini ke MK. Jangan sampai nanti ketika kita memeriksa perkara ini di tengah jalan, ada anggota DPRD yang ngomong tidak pernah mengajukan ke MK, karena pimpinan DPRD hanyalah sebagai juru bicara yang mewakili lembaga, bukan sebagai kepala DPRD yang boleh bertindak langsung atas nama lembaga, papar Palguna.
Perbaikan permohonan
Dalam perbaikan permohonan pada sidang hari ini, kuasa hukum pemohon menjelaskan bahwa pemohon telah menambahkan penjelasan perihal objectum litis kewenangan pengesahan dan pelaksanaan pelantikan calon bupati/wakil bupati terpilih. Justru yang belum disertakan adalah bukti berita acara rapat pleno yang menjadi sikap resmi DPRD Kabupaten Poso untuk mengajukan SKLN ke MK.
Pada kesempatan ini, Ketua DPRD Kabupaten Poso Drs. S. Pelima menjelaskan kronologi munculnya persoalan Pilkada Poso yang diawali adanya pengaduan sebagian kelompok masyarakat yang tidak puas atas pelaksanaan Pilkada Poso karena disinyalir cacat proses. Terhadap aspirasi ini, DPRD Kabupaten Poso dalam rapat koordinasi tanggal 22 Juni 2006 lalu sepakat menolak mengusulkan disahkannya pasangan bupati/wakil bupati terpilih karena adanya silang pendapat yang belum selesai.
Terhadap penjelasan pemohon, Hakim Konstitusi Palguna meminta keterangan tertulis dari pemohon prinsipal serta memerintahkan panitera pengganti menjadikan keterangan kronologis itu sebagai bagian tak terpisahkan dari permohonan. Sedangkan Hakim Konstitusi Roestandi mengatakan sebenarnya ada tiga sengketa dari perkara ini, yaitu sengketa pemilu, sengketa Tata Usaha Negara (TUN), dan kemungkinan ada SKLN yang menjadi kewenangan dari MK untuk memeriksanya.
Sebelum menutup persidangan, Ketua Hakim Panel Mukhtie Fadjar mengesahkan bukti-bukti yang telah disertakan pemohon. (Wiwik Budi Wasito)