Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik menuturkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2015 adalah pelaksanaan bersyarat. Apabila syarat-syarat tidak terpenuhi atau kondisi tidak terpenuhi, pemilihan dapat dilaksanakan pada waktu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
Hal tersebut disampaikan Husni pada sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Menurut KPU selaku pihak terkait, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 120 UU Pilkada yang menyatakan, ‘Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan pemilihan lanjutan’.
“Kondisi ketika terdapat kurang dari dua pasangan calon yang mendaftar memenuhi kategori sebagai ‘gangguan lainnya’, sebagaimana dimaksud pada Pasal 120 ayat (1),” tutur Husni dalam sidang perkara nomor 95,96, dan 100/PUU-XIII/2015 yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (8/9).
Lebih lanjut, Husni memaparkan, ketentuan minimal dua pasangan calon dalam Pilkada dinyatakan secara tegas dalam Pasal 51 ayat (2) dan Pasal 52 ayat (2) UU Pilkada. Demikian juga Pasal 54 ayat (3) yang mengatur apabila dalam hal pasangan berhalangan tetap, sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 7 hari.
“Kami pertegas, undang-undang menyebutkan bahwa pelaksanaan pemilihan dapat dilaksanakan dengan sekurang-kurangnya diikuti oleh 2 pasangan calon,” ujarnya.
Selanjutnya, Pasal 54 ayat (6) UU Pilkada mengatur ketika pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga pasangan calon kurang dari 2 orang, tahapan pelaksana pemilihan ditunda paling lama 14 hari. Norma tersebut, menurut Husni, jelas logika hukumnya, yakni bagi daerah yang tidak memenuhi persyaratan minimal 2 pasangan calon tidak dapat menyelenggarakan pemilihan pada tahun 2015. Oleh karena itu, menurut KPU, pengunduran jadwal pemilihan di luar tahun 2015 harus dilihat sebagai kondisi yang normal, yaitu ketika segenap persyaratan pelaksanaan pemilihan tidak terpenuhi.
Calon Tunggal
Husni pun meminta MK untuk mempertimbangkan pengadaan logistik pemilihan yang perlu disiapkan sekurang-kurangnya 48 hari, apabila akan memutuskan Pilkada dapat dilaksanakan dengan konsep calon tunggal (uncontested election). “Perlu kiranya Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan rentang waktu untuk pengadaan logistik. Dalam jadwal KPU, batas akhir pengadaan logistik pemilihan harus sudah dimulai setidaknya tanggal 23 Oktober 2015,” ujarnya.
Selain itu, Husni menambahkan, perlu adanya pengaturan mengenai sistem pemilihan yang memuat cara pemberian suara dan penghitungan perolehan suara untuk penetapan pasangan calon terpilih. Sekalipun pasangan calon hanya satu, kampanye harus tetap dilaksanakan agar rakyat untuk mengenal calon kepala daerahnya tetap terpenuhi.
Saat ini, berdasarkan data KPU, dari 269 daerah yang menyelenggarakan pemilihan tahun 2015, dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota, terdapat 3 daerah yang penyelenggaraannya ditunda sampai dengan tahun 2017. Ketiga daerah itu adalah Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timur Tengah Utara. Penundaan penyelenggaraan Pilkada untuk tiga daerah tersebut disebabkan tidak memenuhi persyaratan minimal 2 pasang calon. Adapun untuk Pilkada di Kota Surabaya, masih dalam proses pembukaan kembali pendaftaran calon sejak tanggal 8 sampai tanggal 10 September 2015 sesuai ketentuan Pasal 50 ayat (8) UU Pilkada.
Pada persidangan sebelumnya, uji ketentuan minimal dua pasang calon pada Pilkada diajukan oleh tiga Pemohon pada tiga perkara yang berbeda. Permohonan perkara teregistrasi nomor 95/PUU-XIII/2015 dimohonkan oleh tiga orang warga Surabaya, yakni Aprizaldi, Andri Siswanto, dan Alex Andreas. Para Pemohon menilai ketentuan Pasal 49 ayat (9), Pasal 50 ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4) dan ayat (6) UU Pilkada berpotensi mengakibatkan gagalnya penyelenggaraan Pilkada Kota Surabaya 2015 jika hanya ada satu pasangan calon.
Potensi gagalnya Pilkada Kota Surabaya, menurut Pemohon, dapat merugikan hak konstitusionalnya karena Pemohon tidak bisa memilih kepala daerah pada 9 Desember mendatang. Diwakili Kuasa Hukum Muhammad Sholeh, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 49 ayat (9), Pasal 50 ayat (9), Pasal 51 ayat (2), sepanjang frasa paling sedikit dua, Pasal 52 ayat (2) sepanjang frasa paling sedikit dua, Pasal 54 ayat (4) dan ayat (6) UU Pilkada bertentangan dengan Konstitusi.
Sementara, pada perkara nomor 96/PUU-XIII/2015 yang dimohonkan oleh Calon Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana. Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya ketentuan Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 121 ayat (1), dan Pasal 122 ayat (1) UU Pilkada.
Dengan adanya ketentuan tersebut, sudah tiga kali penundaan pendaftaran Tri Rismaharini dan Wisnu Sakti Buana sambil mencari pasangan calon lawan. Hal tersebut dinilai Pemohon terdapat potensi kerugian konstitusional yang akan dialami oleh pasangan calon tersebut karena hak dasar mereka untuk bisa mengikuti pemilihan menjadi tidak jelas.
Terakhir, akademisi Effendi Gazali selaku pemohon perkara nomor 100/PUU-XIII/2015 mengungkapkan keresahannya terkait penundaan Pilkada di suatu daerah, untuk kemudian dibentuk pemerintahan daerah sementara atau pelaksana tugas (PLT). “Pada umumnya itu memang PLT tidak mengambil kebijakan yang strategis, tapi yang jauh lebih penting adalah hak asasi warga negara di daerah tersebut untuk mendapat pemerintahan yang terbaik dari hasil pilihan mereka sendiri,” ungkap Effendi. (Lulu Hanifah/IR)