Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah menjadi bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI), untuk itu KKI bukan lagi sebagai lembaga negara. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah yang diwakili Menteri Kesehatan dengan DPR, dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan). Untuk itu, KTKI berfungsi sebagai koordinator konsil tenaga kesehatan yang bertugas untuk melakukan evaluasi tugas dan membina serta mengawasi konsil-konsil tenaga kesehatan. Demikian disampaikan Anggota Komisi III I Putu Sudiartana mewakili DPR dalam sidang pengujian UU Tenaga Kesehatan yang digelar pada Rabu (2/9), di Ruang Sidang Pleno MK.
Sudiartana menjelaskan, pembentukan KTKI didasarkan pada pemikiran dari pembentuk undang-undang, yaitu membentuk suatu lembaga yang menghimpun seluruh konsil tenaga kesehatan, antara lain KKI dan Konsil Keperawatan. “Konsil Tenaga Kesehatan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri, Pasal 34 ayat (5) Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Dengan demikian KKI menjadi bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Tenaga Kesehatan,” paparnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Lebih lanjut, Sudiartana menerangkan pembentukan KTKI justru memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan kesehatan sebagaimana diamanatkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Hal ini dikarenakan salah satu tugas dari KTKI melakukan pengawasan terhadap konsil masing-masing tenaga kesehatan,” tambahnya.
Efesiensi
Sementara itu, Pemerintah diwakili Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal Tri Tarayati menerangkan, UU Tenaga Kesehatan dibentuk guna meningkatkan kualitas dan pemenuhan atas kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Menurut Pemerintah, adanya UU Tenaga Kesehatan justru telah memberikan jaminan kepastian hukum baik secara yuridis maupun konstitusional, yaitu dengan cara mengatur dan mengelompokkan jenis-jenis tenaga kesehatan baik yang sudah ada atau yang belum ada demi memberikan perlindungan dan kepastian hukum. Pembentukan KTKI, ujar Tri, merupakan wadah tunggal bagi konsil-konsil yang dilakukan dalam rangka efisiensi, efektifitas dan untuk mencegah pembentukan berbagai konsil yang masing-masing bertanggung jawab ke Presiden. “Dengan Undang-Undang Nakes dan Undang-Undang Keperawatan akan terbentuk setidaknya empat konsil, yaitu Konsil Kedokteran, Konsil Kedokteran Gigi, Keperawatan dan Konsil Kefarmasian” kata Tri.
Sebelumnya, para Pemohon dalam perkara yang teregistrasi dengan nomor 82/PUU-XIII/2015 ini yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dkk. Dalam pokok permohonannya, para Pemohon merasa terlanggar dengan beberapa pasal dalam UU Tenaga Kesehatan. Di antaranya Pasal 1 angka 1 dan angka 6; Pasal 11 ayat (1) huruf a dan huruf m; Pasal 11 ayat (2) dan ayat (14); Pasal 12; Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), yang mengatur mengenai tenaga kesehatan. Selain itu, para Pemohon juga mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 35; Pasal 36; Pasal 37; Pasal 38; Pasal 39; Pasal 40; Pasal 41; Pasal 42; Pasal 43; Pasal 90; serta Pasal 94, yang mengatur Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).
Menurut para Pemohon, terdapat kesalahan konsepsional dan paradigmatik mengenai tenaga medis dalam UU Tenaga Kesehatan. Alasannya, UU Tenaga Kesehatan seharusnya membedakan antara tenaga profesi di bidang kesehatan (dokter dan dokter gigi) dengan tenaga vokasi (misalnya teknisi gigi).
Selain itu, para Pemohon juga menggugat ketentuan yang mengatur mengenai pembentukan KTKI. Menurut Pemohon, peleburan Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi ke dalam KTKI telah menurunkan derajat para dokter. Berdasarkan UU Tenaga Kesehatan, KTKI tidak memiliki fungsi pengawasan, penegakan disiplin dan penindakan tenaga kesehatan. Para Pemohon menilai, KTKI sebagai pengganti KKI telah kehilangan independensinya, sebab saat ini KTKI tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada Presiden melainkan melalui Menteri Kesehatan. (Lulu Anjarsari/IR)