Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (PUU ASN) yang diajukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) asal Ponorogo, Rochmadi Sularsono. Putusan atas perkara yang terdaftar dengan nomor 27/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah yang terbuka untuk umum pada Rabu (26/8).
“Amar putusan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat saat membacakan amar putusan dengan didampingi Hakim Konstitusi lainnya.
Terhadap permohonan, Mahkamah berpendapat alasan permohonan Pemohon tidak memberikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal yang dimohonkan pengujian dengan UUD 1945. Bahkan, alasan permohonan juga tidak menunjukkan argumentasi bagaimana pertentangan antara pasal yang diujikan dengan pasal-pasal yang menjadi dasar pengujiannya dalam UUD 1945. Selain itu, dasar pengujian konstitusionalitas pasal-pasal UU ASN yang diujikan tidak ada hubungannya sama sekali dengan alasan yang dikemukakan oleh Pemohon. Dengan demikian, hubungan antara alasan permohonan dan tuntutan dalam permohonan menjadi tidak jelas.
“Dasar pengujian konstitusionalitas pasal-pasal UU ASN sebagaimana diuraikan, tidak ada hubungannya sama sekali dengan alasan yang dikemukakan oleh Pemohon, sehingga hubungan antara posita dan petitum permohonan menjadi tidak jelas,” papar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pendapat Mahkamah.
Mahkamah pun menilai bahwa Pemohon tidak menguraikan mengenai inkonstitusionalitas norma, akan tetapi lebih banyak menguraikan kasus kongkret yang dialaminya. Bahkan meskipun Mahkamah sudah memberikan nasihat agar Pemohon memperbaiki permohonan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, namun permohonan Pemohon tetap seperti semula. Untuk itu, menurut Mahkamah permohonan Pemohon kabur dan tidak memenuhi syarat formal permohonan dan Mahkamah menyatakan tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon a quo kabur, sehingga tidak memenuhi syarat formal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 ayat (1) UU MK. Oleh karena itu, Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon,” ujar Wahiduddin Adams.
Sebelumnya, Pemohon merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 huruf a dan huruf j, Pasal 6, Pasal 20 ayat (3), Pasal 61, Pasal 66 ayat (2), Pasal 77 ayat (5), Pasal 109 ayat (2), Pasal 118, Pasal 120 ayat (3), Pasal 129 ayat (3), Pasal 131, dan Pasal 137 UU ASN. Menurut Pemohon pasal-pasal tersebut telah menghilangkan haknya untuk mendapatkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Untuk itu, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan pasal-pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Panji Erawan/IR)