BATAM — MPR sedang menyiapkan konsep untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan konsep perubahan UUD sampai akhir tahun.
Bambang mengaku MPR sedang mengumpulkan masukan-masukan masyarakat dari seluruh provinsi di Indonesia melalui seminar-seminar. Pada akhir 2015, masukan-masukan tersebut akan digodok sebagai konsep untuk penyempurnaan UUD. "Kita sudah siapkan," kata Bambang ketika berbicara pada seminar nasional bertema "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan" di Batam, Kepulauan Riau, Senin (24/8).
Bambang menjelaskan, seminar itu merupakan rangkaian seminar dari Badan Pengkajian MPR di seluruh provinsi di Indonesia. Hasilnya akan dijadikan rekomendasi penguatan sistem ketatanegaraan. "Bila perlu untuk melakukan penyempurnaan UUD," ujarnya.
Ia menyebutkan, ada 15 topik seminar yang dikelompokkan menjadi lima kelompok besar, yaitu pertama, pengkajian tentang Pancasila, meluruskan kembali posisi Pancasila sebagai dasar negara dan sumber hukum. Kedua, penguatan MPR seperti posisi ketetapan MPR dan kewenangan MPR dalam merumuskan GBHN. Ketiga, penguatan sistem presidensial. Keempat, penguatan DPD. Kelima, penataan lembaga negara khususnya menyangkut MA, MK, dan Komisi Yudisial.
"Masukan dari seminar ini digabung dengan seminar dari daerah lain. Pada akhir tahun, diharapkan kita sudah bisa mempersiapkan konsep-konsep kepada pimpinan MPR, yang bila memungkinkan secara politik nanti untuk penyempurnaan UUD. Kita sudah siapkan ini," ujarnya.
Seminar tersebut merupakan kerja sama MPR dan Universitas Putera Batam. Seminar diikuti sekitar 300 peserta. Selain Bambang, turut hadir dalam seminar ini anggota Badan Pengkajian, yaitu Martin Hutabarat, Shodiq Mujadid (Partai Gerindra), Sarmudji (Partai Golkar), Darmayanti Lubis (kelompok DPD).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengakui, masih banyak peraturan perundang-undangan yang belum sesuai dengan UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut terbukti dari banyaknya pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Judicial review adalah indikasi adanya ketidaksesuaian UU dengan UUD kemudian juga dengan Pancasila. Karena kalau tidak sesuai dengan UUD, pasti tidak sesuai dengan Pancasila," katanya, kemarin.
Menurut Hidayat, ketidaksesuaian itu terkait dengan tafsir UU terhadap UUD. Meski demikian, ia yakin DPR tidak dengan sengaja membuat UU yang bertentangan dengan UUD. Dalam perumusan undang-undang, dia menjelaskan, dewan melibatkan banyak ahli. Penyusunannya pun dilakukan dalam waktu lama.
Hidayat menyebutkan, penyebab ketidaksesuaian peraturan perundang-undangan dengan UUD antara lain karena faktor ketidaktahuan atau terlalu bersemangat dalam otonomi daerah. "Atau karena derasnya globalisasi sehingga peraturan perundang-undangan tidak mengacu pada Pancasila dan UUD," ujarnya.
Meski demikian, politisi PKS itu menambahkan, adanya warga negara yang mengajukan judicial review merupakan hak konstitusional mereka yang bisa disalurkan lewat MK. Menurutnya, hak itu menjadi penanda hidupnya Pancasila dan UUD.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/koran/politik-koran/15/08/25/ntmgk62-mpr-siap-amandemen-uud