Masyarakat Adat Minta Diakui Negara
Rabu, 26 Agustus 2015
| 09:47 WIB
Rombongan Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara bertandang ke Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (25/6). (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi meminta kepada pemerintah agar mengakui masyarakat adat dan melibatkan masyarakat adat sebagai pelaku dalam proses pembangunan.
Menurutnya, selama ini masyarakat adat masih kerap didiskriminasi dan tersingkir dari tanahnya sendiri. Padahal, kata Rukka, tanah punya arti segalanya bagi masyarakat adat.
"Kondisi masyarakat adat sekarang masih di bawah standar hidup layak. Sering kali mereka menjadi kelompok termiskin," kata Rukka saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (5/8)
Rukka berpendapat selama ini belum ada perkembangan berarti terkait perlidungan hak masyarakat adat oleh pemerintah. Namun, ia mengapresiasi sikap positif Presiden Joko Widodo dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat yang bertanggung jawab melakukan rekonsiliasi dan perlindungan kepada masyarakat adat.
Ke depannya, Rukka menilai pemerintah harus semakin aktif melakukan perlindungan terhadap masyarakat adat dengan memanfaatkan keunikan Indonesia, yaitu keanekaragaman.
"Di Norwegia, Swedia, dan Finlandia, masyarakat adatnya punya parlemen sendiri karena suku adatnya hanya satu yaitu Suku Sami. Sementara, Filipina sudah punya undang-undang perlidungan masyarakat adat," katanya.
Dibandingkan negara-negara tersebut, Rukka menilai pemerintah Indonesia masih sangat tertinggal dalam pemenuhan hak-hak masyarakat adat.
Pemerintah, kata Rukka, harus menemukan caranya sendiri dalam melindungi masyarakat adat yang sangat beranekaragam. "Kita tidak perlu meniru negara lain. Kita harus temukan sendiri cara yang paling baik untuk masyarakat adat di sini," kata Rukka.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hadi Daryanto berpendapat perlindungan masyarakat adat sesungguhnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Ia merujuk pada pasal 18 B ayat 2 yang berbunyi: "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU."
Hadi menilai verifikasi perhutanan sosial menjadi salah satu langkah pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat.
Berdasarkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, verifikasi perhutanan sosial ditargetkan seluas 12,7 juta hektare.
"Diperlukan penguatan perhutanan sosial dengan memberikan akses legal, akses pembiayaan, dan akses pasar kepada masyarakat setempat," kata Hadi