Sidang uji materiil Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang PTUN, kembali digelar pada Selasa (25/8) siang, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, perwakilan dari DPR berhalangan hadir. Sementara Pemerintah, hadir diwakili Nasrudin selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Mengawali keterangannya, Nasrudin menyatakan Pasal 55 UU PTUN yang mengatur tenggang waktu pengajuan gugatan ke PTUN merupakan ketentuan yang penting untuk menjamin kepastian hukum dalam proses beracara. “Bahwa ketentuan Pasal 55 UU PTUN dimaksudkan sebagai ketentuan yang mengatur tenggang waktu pengajuan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara. Ketentuan batas waktu tersebut menjadi penting dalam menghadirkan kepastian hukum terhadap proses beracara di peradilan,” ujar Nasrudin menanggapi Perkara No. 76/PUU-XIII/2015, di hadapan Majelis Hakim Sidang Pleno yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Tenggang waktu pengajuan gugatan, ungkap Nasrudin, merupakan batas waktu yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara mengajukan gugatan melalui PTUN. “Sesungguhnya proses gugatan adalah sesuatu yang harus dinormatifkan agar setiap orang mengetahui dan menyampaikan gugatannya mempunyai batas waktu,” ucap Nasrudin.
Nasrudin menegaskan, ketentuan tenggang waktu pengajuan gugatan ditujukan untuk memberikan kepastian hukum kepada setiap orang dalam proses beracara di pengadilan. “Sebagai perbandingan, apalagi tenggang waktu tersebut menjadi persoalan dalam peristiwa politik seperti Pemilukada, masalah tenggang waktu seperti yang diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang a quo menjadi satu rentang waktu yang cukup lama yang mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi keputusan Peradilan Tata Usaha Negara,” papar Nasrudin.
“Sehingga dengan adanya batas waktu, setiap orang dapat segera mendapatkan kepastian hukum terhadap permohonannya untuk dapat diproses. Sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambah Nasrudin.
Dengan demikian, lanjut Nasrudin, pembatasan jangka waktu gugatan dimaksudkan agar proses gugatan tidak terkatung-katung atau terjadi kevakuman, ketidakpastian hukum dan pengeluaran anggaran yang sangat besar. Batasan tenggang waktu gugatan, baik di PTUN, MK maupun Pengadilan Negeri, bersifat mutlak.
Seperti diketahui, Pemohon adalah Demmy Pattikawa sebagai pihak yang diberhentikan oleh PT. Pertamina (Persero) pada 1983. Namun Pemohon menganggap Surat Keputusan Pimpinan Unit PT. Pertamina (Persero) Cirebon No. kpts-042/D3000/83-B1 mengenai PHK Pemohon, tidak dibubuhi tanda tangan pegawai yang berwenang dan tanpa alasan yang jelas.Pemohon sudah menempuh langkah penyelesaian secara kekeluargaan dengan mengirimkan surat kepada PT Pertamina, namun tidak pernah mendapatkan jawaban yang layak. Saat ini Pemohon ingin memperjuangkan haknya dengan melakukan gugatan PTUN karena pada saat itu PT. Pertamina (Persero) yang dahulu bernama PT. Permina merupakan perusahaan pemerintah. Permasalahan pemutusan hubungan kerja tersebut menurut Pemohon juga termasuk dalam sengketa kepegawaian.
Saat peristiwa PHK tersebut terjadi, Pemohon tidak dapat memperjuangkan haknya karena pada masa itu hak asasi manusia kurang diperhatikan. Menurutnya, tidak ada rakyat biasa yang leluasa bisa dan berani melawan keputusan dari PT. Pertamina (Persero) yang dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah, sehingga Pemohon beranggapan hal ini bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Namun saat ini, keinginan Pemohon tersebut terhalang dengan adanya ketentuan Pasal 55 UU PTUN. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya pasal dimaksud, karena pengaturan tentang tenggang waktu pengajuan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) telah menghalangi upaya Pemohon untuk dapat memperjuangkan haknya. Pasal 55 UU No. 5/1986 menyebutkan, “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.” (Nano Tresna Arfana/IR)