Asih Widodo, Ayah dari Sigit Prasetyo yang tertembak dalam Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998 silam dihadirkan sebagai saksi oleh Pemohon dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM). Dalam keterangannya, Widodo meminta keadilan untuk anak semata wayangnya tersebut.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, Widodo mengaku perjuangannya untuk memidanakan pelaku penembak putranya sudah hampir 16 tahun. Selama itu pula, Ia mengaku berkas perkara Sigit hanya mondar-mandir di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kejaksaan Agung.
“Tiap Tanggal 13 November saya selalu ke Kejaksaan Agung, menuntut sama beliau. Tapi pihak Jaksa Agung bilang dari Komnas HAM belum komplit, maka saya kembalikan ke Komnas HAM lagi. Jadi saya ke sana kemari selama hampir 16 tahun. Saya mohon keadilan, Yang Mulia,” tuturnya dalam sidang Perkara Nomor 75/PUU-XIII/2015 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (25/8).
Bukan hanya Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, Widodo pun mengaku berkali-kali mengadukan perkara yang tak kunjung selesai tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Istana Negara sejak tiga tahun lalu. Namun, kata Widodo, tetap tidak ada tanggapan dari instansi itu. “Jadi, tolong kabulkan undang-undang ini biar hati saya puas, Yang Mulia. Katanya negara kita kan negara hukum, jadi mohon keadilan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Payan Siahaan, orang tua Ucok Munandar Siahaan yang dihilangkan secara paksa pada kurun 1997-1998 dan Yati Uryati, Ibu dari Eten Karyana, korban dalam tragedi Mei 1998 mengajukan uji materi terhadap UU Pengadilan HAM, khususnya Pasal 20 ayat (3) dan penjelasannya.
Pemohon menuturkan, kasus-kasus yang menimpa keluarga Pemohon telah dinyatakan pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM namun perkara tak kunjung ditindaklanjuti oleh Kejagung kendati berkas perkara telah tujuh kali disampaikan Komnas HAM. Tindakan tersebut dinilai Pemohon telah melanggar hak konstitusionalnya, khususnya Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) serta Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang kepastian hukum untuk setiap warga negara Indonesia.
“Hak-hak Pemohon menjadi tidak dapat dipenuhi untuk mendapatkan kepastian hukum atas nasib keluarga anak-anak atau keluarga inti mereka yang hilang yang meninggal sejak pelanggaran HAM yang berat tersebut,” ujar Kuasa Hukum Pemohon Chrisbiantoro pada sidang perdana, Kamis (25/6).
Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM :
(3) Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut.
Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM:
(3) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan \"kurang lengkap\" adalah belum cukup memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Oleh karena itu, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM tidak bertentangan dengan Konstitusi sepanjang berbunyi, ‘Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk yang jelas sebagaimana Pasal 8 dan Pasal 9 untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut’.
Pemohon juga meminta MK menyatakan frasa ‘kurang lengkap’ dalam penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM tidak bertentangan dengan Konstitusi sepanjang dimaknai ‘belum cukup memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana unsur-unsur tindak pidana yang dijelaskan pada Pasal dan Penjelasan Pasal 8 dan Pasal 9 untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan’. (Lulu Hanifah/IR)