Permohonan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang dimohonkan oleh Bupati, Ketua DPRD dan Ketua Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat diperbaiki. Pada sidang yang digelar Rabu (19/8), Jannes Halomoan Silitonga selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan di hadapan Panel Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Salah satu perubahan mendasar pada permohonan ini yakni adanya pergantian Pemohon.
“Pemohon I, Bapak Ismail Thomas sebagai Bupati Kutai Barat. Pemohon II, kami sedikit revisi, sebelumnya Pemohon II adalah Bapak FX Yapan, namun karena beliau saat ini mencalonkan dalam Pilkada, maka beliau mengundurkan diri sehingga digantikan oleh Bapak Jackson John Tawi yang merupakan Anggota Dewan dan juga saat ini sebagai Ketua DPRD. Bapak Yustinus Dullah masih tetap sebagai Pemohon III,” papar Silitonga, dalam sidang perkara No. 87/PUU-XIII/2015 tersebut.
Selain itu, Silitonga kembali menegaskan substansi permohonan Pemohon. Pada pokoknya, Pemohon mengajukan gugatan terhadap ketentuan dalam Lampiran CC angka 5, Sub Urusan Ketenagalistrikan UU Pemda. Ketentuan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian hukum. Sebabnya, dalam ketentuan tersebut kewenangan kabupaten/kota untuk mengelola ketenagalistrikan dihilangkan. Padahal, Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota untuk mengelola ketenagalistrikan.
Perbaikan juga dilakukan Pemohon terhadap redaksi tuntutan permohonan (petitum) dan alasan permohonan (posita). Pemohon juga mengajukan enam bukti tertulis yang disahkan langsung oleh Ketua Sidang Panel.
“Baik, dengan demikian maka bukti yang sudah Saudara lampirkan di sini sesuai yang ada di daftar bukti P-1 dengan P-6 kami sahkan,” tukas Palguna yang didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul selaku anggota Panel Hakim pada persidangan kali ini.
Pokok Permohonan
Pada sidang pendahuluan, seperti yang juga disampaikan oleh Silitonga, para Pemohon menyatakan Kabupaten Kutai Barat mengalami masalah ketenagalistrikan seperti pemadaman listrik, tidak stabilnya listrik, sulitnya mendapat sambungan listrik, hingga mahalnya biaya penyambungan listrik. Terhadap permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat bermaksud membangun pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada. Namun, hal ini terkendala dengan adanya ketentuan yang terdapat dalam Lampiran CC angka 5, Sub Urusan Ketenagalistrikan UU Pemda, yang hanya mengatur kewenangan ‘pemerintah pusat’ dan ‘pemerintah daerah provinsi’ dalam masalah ketenagalistrikan.
Ketentuan yang terdapat dalam Lampiran CC angka 5, Sub Urusan Ketenagalistrikan UU Pemda tersebut kemudian dianggap telah merugikan para Pemohon, karena menghapuskan kewenangan ‘pemerintah daerah kabupaten/kota’ dalam hal ketenagalistrikan. Padahal menurut Pemohon, Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota untuk mengatur mengenai ketenagalistrikan. Berdasarkan argumentasi itu, para Pemohon kemudian meminta kepada Majelis Hakim agar Lampiran CC angka 5, Sub Urusan Ketenagalistrikan dari UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Yusti Nurul Agustin/IR)