Petahana harus mundur dari jabatannya ketika mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah di wilayah lain demi mengedepankan prinsip keadilan (fairness) dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Bidang Sosial Kementerian Hukum dan HAM, Wicipto Setiadi yang menyampaikan keterangan Pemerintah pada sidang perkara No. 83/PUU-XIII/2015, Selasa (18/8) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Di hadapan Pleno Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Wicipto juga menyampaikan bahwa larangan bagi mantan kepala daerah untuk maju menjadi wakil kepala daerah juga dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan wibawa kepala daerah di mata masyarakat.
Wicipto memastikan aturan-aturan tersebut sudah dipertimbangkan dengan matang. Salah satunya pertimbangan kedekatan kepala daerah dengan wakilnya. Pemerintah menganggap kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan satu paket yang sama. Oleh karena itu, ada baiknya bila warga negara lainnya diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam memimpin pemerintahan di daerah.
“Apabila tidak ada pembatasan terhadap mantan kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, maka pasangan kepala daerah, wakil kepala daerah yang saling bergantian mempunyai empat kesempatan untuk menduduki lembaga pimpinan daerah, yaitu dua kali menjadi kepala daerah dan dua kali menjadi wakil kepala daerah secara bergantian,” jelas Setiadi.
Bila dilihat dari aspek etika moral kemasyarakatan, kebijakan pembatasan pencalonan mantan kepala daerah atau wakil kepala daerah tersebut dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan wibawa kepala daerah di mata masyarakat. Sebab, apabila mantan kepala daerah mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah akan terkesan adanya penurunan derajat hanya untuk mengejar kekuasaan semata.
Sementara itu, terkait ketentuan yang mensyaratkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus mengundurkan diri dari jabatannya jika mencalonkan diri di daerah lain, Pemerintah menganggap hal itu sesuai dengan Konstitusi. Dengan begitu, calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat lebih fokus dalam pencalonan dirinya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah sehingga tidak terganggu dengan tugas-tugas jabatan yang sedang disandangnya. “Selain itu juga untuk menghindari adanya potensi penyalahgunaan kewenangan yang disebabkan karena kedudukannya sebagai calon kepala daerah,” tegas Wicipto menyampaikan keterangan Pemerintah terhadap permohonan Bupati Karimun Periode 2010-2015, Nurdin Basirun.
Secara prinsip, tambah Wicipto, Pemerintah menilai pembatasan-pembatasan yang terdapat dalam UU Pilkada semata-mata untuk menciptakan tatanan kehidupan yang lebih baik guna menjaga keberlanjutan pemerintahan dan kemajuan di segala aspek kehidupan dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sesuai amanat Konstitusi. Selain itu, semua komitmen politik dalam UU Pilkada ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan hasil Pilkada. Oleh karena itu, Pemerintah meminta Mahkamah untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan Nurdin Basirun.
Sejatinya, pada sidang kali ini, DPR juga menyampaikan pendapatnya terkait permohonan Pemohon. Namun, sampai sidang digelar, tidak satu pun perwakilan dari DPR hadir untuk menyampaikan keterangannya.
Sebelum sidang ditutup, Andi Muhammad Asrun selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan menghadirkan saksi maupun ahli dalam persidangan. Hal serupa juga dinyatakan Pemerintah. Hal tersebut dikarenakan tenggat waktu pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah semakin dekat.
Ketua pleno hakim Anwar Usman pun mengingatkan agar para pihak segera menyerahkan kesimpulan paling lambat tujuh hari terhitung sejak sidang kali ini berakhir. “Karena Pemohon tidak mengajukan ahli maupun saksi, demikian juga Kuasa Presiden, maka Mahkamah menyimpulkan supaya Pihak Pemohon dan Kuasa Presiden untuk menyerahkan kesimpulan paling lambat tujuh hari. Jadi, hari Rabu, tanggal 26 Agustus 2015, pukul 14.00 WIB, paling lambat ya. Semakin cepat, ya semakin baik. Sekaligus nanti Mahkamah akan meminta keterangan tertulis dari DPR,” tukas Anwar sembari mengetuk palu sebanyak tiga kali tanda sidang berakhir. (Yusti Nurul Agustin)