Kegiatan \"International Symposium on Constitutional Court\" (ISCC) secara resmi ditutup oleh ketua MK RI Arief Hidayat, Ahad (16/8) malam di Ballroom Fairmont Hotel, Jakarta. Simposium bertaraf internasional yang berlangsung pada 14-16 Agustus 2015, dihadiri oleh para pimpinan MK atau lembaga sejenis dari 17 negara di kawasan Asia, Eropa, dan Afrika.
Topik simposium dalam rangka peringatan HUT ke 12 MK RI tahun 2015 yaitu mengenai kewenangan pengaduan konstitusional (constitutional complaint). Pelaksanaan ISCC dibagi menjadi tiga sesi. Sesi pertama mengangkat tema bahasan mengenai pengaduan konstitusional sebagai instrumen perlindungan hak dasar warga negara. Sesi kedua mengangkat tema perspektif komparatif pengaduan konstitusional. Sesi ketiga membahas masalah dan tantangan dalam penanganan kasus pengaduan konstitusional.\"
Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dalam sambutannya menyatakan para delegasi selama dua hari pertemuan telah menyampaikan berbagai aspek mengenai isu constitutional complaint. Mulai dari aspek filosofis teoritis, aspek normatif, hingga aspek empiris praktis di masing-masing negara.
Hal yang mengemuka dalam disksusi, ungkap Janedjri, semua negara menempatkan hak konstitusional sebagai orientasi utama yang harus dilindungi. Perlindungan tersebut dilakukan melalui berbagai mekanisme hukum, khususnya yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satunya melalui mekanisme constitutional complaint.
Kendati demikian, tidak semua negara menerapkan constitutional complaint. “Pilihan mekanisme di setiap negara adalah bentuk solusi atas masalah dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing negara,” terang Janejdri.
MK RI secara eksplisit tidak diberi kewenangan oleh UUD 1945 untuk mengadili perkara constitutional complaint. Namun, perkara-perkara yang masuk ke MK mengandung muatan constitutional complaint. “Acapkali (MK RI) menghadapi perkara-perkara yang sesungguhnya mengandung muatan constitutional complaint,” ungkap Janedjri.
Janedjri berharap, simposium ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai pentingnya mekanisme constitutional complaint. Kemudian dapat mengantisipasi berbagai tantangan yang timbul berkaitan dengan kasus-kasus constitutional complaint. “Melalui simposium ini, diharapkan dapat diketahui dan diantisipasi tantangan-tantangan yang timbul berkaitan dengan kasus-kasus constitutional complaint yang dihadapi beberapa negara,” imbuh Janedjri.
Wacana Sekretariat Tetap AACC
Pada kesempatan ini Janedjri juga melaporkan pelaksanaan Pertemuan Sekretaris Jenderal Asosiasi MK se-Asia dan Institusi Sejenis (Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions/AACC) yang digelar oleh MK RI pada 13-14 Agustus di Ballroom Fairmont Hotel, Jakarta. Pertemuan yang merupakan kali kedua ini, dihadiri oleh tujuh negara, yakni Azerbaijan, Malaysia, Mongolia, Korea, Filipina, dan Thailand.
Salah satu keputusan penting pertemuan ini yakni mengenai pembentukan sekretariat tetap Asosiasi MK dan Institusi Sejenis se-Asia. Menurut Janedjri, dewan anggota (Board of Members Meeting) AACC telah memberikan mandat kepada MK RI untuk menyusun kertas kerja yang memuat kajian yang komprehensif mengenai rencana pembentukan sekretariat tetap Asosiasi MK dan Institusi Sejenis lainnya se-Asia. “Untuk itu, kami atas nama institusi menyatakan siap melaksanakan mandat yang diberikan oleh Board of Members Meeting dengan sebaik-baiknya,” tegas Janedjri.
MK RI akan segera menyiapkan kertas kerja tersebut sekaligus menyampaikannya kepada para sekretaris jenderal anggota AACC untuk mendapatkan masukan dan tanggapan. “Hasil kompilasi masukan dan tanggapan tersebut akan dibahas dalam forum pertemuan sekretaris jenderal yang akan dilaksanakan pada akhir Februari 2016 mendatang. Hasil pertemuan ini akan dilaporkan kepada Board of Members Meeting AACC pada April 2016 untuk dibahas dan menjadi bahan pengambilan keputusan.
Janedjri dalam sambutannya juga menyinggung kegiatan Sort Cours on Constitutional Law yang akan dilaksanakan oleh MK RI pada akhir November 2015. “Kami mengundang negara-negara Asosiasi MK se-Asia dan Institusi Sejenis lainnya berserta simposium ini, untuk mengikuti kegiatan tersebut,” undang Janedjri.
Langkah Awal
Presiden Venice Commission Gianni Buquicchio yang mewakili para delegasi, dalam sambutannya menyatakan terima kasih kepada MK RI atas penyelenggaraan kegiatan ini. “Saya berterima kasih kepada ketua MKRI Arief Hidayat atas pengorganisasian simposium ini yang luar biasa dan akomodasinya yang sangat nyaman,” kata Gianni dalam bahasa Inggris.
Pertemuan ini menurut Gianni, dapat menjadi sarana untuk menjalin pertemanan baru, terutama dengan para kolega yang berada pada bidang yang sama. Gianni berkisah saat menjalani awal karirnya sebagai hakim konstitusi di awal 90-an, dia bercita-cita bisa membentuk forum bersama (common room) para hakim konstitusi dari segala penjuru dunia untuk dapat bertemu dan mendiskusikan isu-isu dan permasalahan seputar pengadilan konstitusi. Saat ini dia dapat hadir dalam forum yang pernah diimpikannya tersebut. Beberapa institusi peradilan dari berbagai negara dapat berkumpul untuk mendiskusikan masalah hukum dan konstitusi. Dia berharap pertemuan seperti ini dapat menebar manfaat yang besar. Pengetahuan yang berkembang dalam simposium ini dapat tersebar luas.
Mahkamah konstitusi adalah satu satunya pelindung konstitusi dan pelindung bagi hak hak asasi manusia. Topik constitutional complaint yang dibahas dalam simposium ini akan lebih bermanfaat pada negara yang memiliki pengadilan hak asasi manusia. Mengutip pernyataan Presiden Dewan Konstitusi Aljazair, Mourad Medelci, Gianni menyatakan simposium ini merupakan langkah awal. “Simposium ini adalah langkah awal untuk memahami lebih mendalam mengenai constitutional complaint,” ungkapnya.
Ketua MK RI sekaligus Presiden AACC, Arief Hidayat mengucapkan terima kasih kepada seluruh delegasi dan peserta simposium yang telah berpartisipasi secara aktif dalam menyampaikan gagasan, pandangan, dan kontribusi yang sangat berharga dalam simposium ini.
Simposium ini menurut Arief, merupakan forum yang dapat membawa manfaat yang besar untuk merealisasikan misi ke depan sebagai upaya pemajuan HAM dan perlindungan hak konstitusional warga. “Baik di tataran domestik masing-masing negara, maupun di tataran kerja sama regional dan global,” kata Arief mengawali sambutan penutupan acara simposium.
Berakhirnya kegiatan simposium ini bukan berarti berakhirnya pekerjaan. Sebaliknya, merupakan awal agenda yang lebih besar. “Justru berakhirnya simposium ini menjadi titik awal bagi kita semua untuk memulai agenda-agenda yang lebih besar,” lanjut Arief.
MK dan institusi sejenis dalam mengemban fungsi konstitusionalnya sebagai the protector of human right. Bagi MK RI, banyak pelajaran penting yang dapat dipetik dari simposium ini. Salah satunya, keterbatasan kewenangan konstitusional pada kenyatannya merupakan tantangan paling mendasar bagi upaya memberikan perlindungan konstitusional secara penuh bagi warna negara RI. “Oleh karena itu, sangat penting untuk menyikapinya secara tepat dan bijaksana,” jelas Arief.
Praktik dan pengalaman mengenai mekanisme constitutional complaint di masing-masing negara tidaklah sama. Namun secara umum, semua berpijak pada titik yang sama, yaitu semangat dan keseriusan untuk memperjuangkan tegaknya negara hukum yang demokratis.
Beberapa negara telah lama mempraktikkan mekanisme constitutional complaint, sehingga secara intensitas dan kualitas dinilai telah mapan dalam memberikan perlindungan hak konstitusional warga negaranya. Ada pula negara-negara yang amat belia menerapkan mekanisme constitutional complaint sehingga masih mencari rujukan. “Bahkan ada juga yang gagasan constitutional complaint-nya masih berada di alam wacana, seperti halnya Mahkamah Konstitusi RI,” papar Arief.
Arief berharap, berakhirnya simposium dapat mencetuskan terbentuknya jejaring kerja sama yang lebih luas dan lebih efektif antarinstitusi di berbagai negara di atas visi fundamental yang sama, yaitu penghormatan terhadap hak-hak asasi dan hak-hak konstitusional warga negara. Adapun kerja sama yang selama ini telah berjalan, baik kerja sama tingkat bilateral maupun regional, saya berharap untuk terus dapat dipupuk dan ditingkatkan,” harap Arief. (Nur Rosihin Ana)