Para delegasi Pertemuan Dewan Anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenis se-Asia (Board of Members AACC) dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi (Constitutional Complaint) berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada Senin (17/8) siang. Sebelumnya mereka menghadiri Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di Istana Negara, Jakarta.
Kedatangan mereka diterima oleh Ketua MKRI Arief Hidayat beserta para hakim konstitusi lainnya, Sekjen MKRI maupun para pejabat MKRI. Mengawali pertemuan, para delegasi melakukan foto bersama dengan sembilan Hakim MKRI di depan Gedung MKRI. Setelah itu mereka meninjau langsung ruang sidang MKRI dan berlanjut menuju Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan 6 MKRI.
Para delegasi diajak menyaksikan langsung Pusat Sejarah Konstitusi di lantai 5 dan 6 gedung MK yang terbagi dalam delapan zona. Pertama adalah Zona Pra Kemerdekaan yang mengungkapkan pegerakan perlawanan di berbagai daerah Indonesia terhadap penjajah. Seperti perlawanan kaum Padri oleh Tuanku Imam Bonjol, kemudian juga di Jawa Tengah oleh Pangeran Diponegoro.
Pada Zona Pra Kemerdekaan, para delegasi melihat sejarah munculnya kesadaran rasa kebangsaan yang mencapai puncaknya pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Kemudian juga, pada Zona Pra Kemerdekaan, mereka menyaksikan sejarah kedatangan bangsa Eropa hingga pendudukan Jepang di Indonesia melalui media visual pendukung yaitu dua meja layar sentuh dan sebuah panel televisi.
Berlanjut ke Zona Kemerdekaan, para delegasi melihat peristiwa penting terkait persiapan kemerdekaan hingga terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Termasuk juga menyaksikan hologram pembacaan teks proklamasi, mendengarkan suara asli Bung Karno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan pada Zona UUD 1945, mereka melihat suasana rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menjadi tahap awal dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya, para delegasi diajak untuk melihat Zona Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Zona UUD Sementara 1950, kemudian berlanjut ke Zona Kembali ke UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai kembalinya UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Pada bagian akhir, mereka menyaksikan Zona Mahkamah Konstitusi yang menampilkan fakta sejarah munculnya gagasan mengenai pengadilan konstitusi, termasuk pula sejarah berdirinya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), tugas dan kewenangan MKRI, juga profil para hakim MKRI.
Selain itu mereka menyaksikan area simulasi menjadi pelaku sidang, serta media yang secara interaktif menampilkan putusan-putusan penting MK dalam format digital, maupun masuk ke sinema konstitusi yang menampilkan rangkaian peristiwa sejarah konstitusi dan MK dalam bentuk film.
Berbagai kesan terlontar dari para delegasi Pertemuan Dewan Anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenis se-Asia (Board of Members AACC) dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi (Constitutional Complaint). Di antaranya dari Hakim Konstitusi Kirgistan Zhediger Saalev yang menilai bentuk ruangan Pusat Sejarah Konstitusi yang unik dan menarik. Selain itu ia tertarik dengan sembilan pilar MKRI yang mengandung filosofi sembilan hakim konstitusi yang menjadi garda terdepan lembaga peradilan konstitusi.
Sementara itu Arifin Zakaria sebagai Chief Justice of The Federal Court Malaysia, terkagum-kagum dengan keberadaan Pusat Sejarah Konstitusi di MKRI. Tempat ini bukan saja bermanfaat, tetapi juga menjadi sejarah penting perjalanan konstitusi di Indonesia. “Saya kagum dengan tokoh-tokoh besar di dalamnya. Kalau perlu, negara kami akan meniru Pusat Sejarah Konstitusi di Indonesia untuk dibuat di Malaysia,” tandas Arifin. (Nano Tresna Arfana/LA)