Presiden Mahkamah Konstitusi (MK) Turki Zuhtu Arslan memuji pelaksanaan Pertemuan Dewan Anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenis se-Asia (Board of Members AACC) dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi (Constitutional Complaint).
“Pertemuan semacam ini meningkatkan banyak hal, memajukan peran negara-negara peserta acara ini, menciptakan kedekatan persaudaraan sesama anggota peserta acara,” kata Zuhtu Arslan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Arief Hidayat saat melakukan courtesy call sebagai rangkaian acara AACC dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi pada Jumat (14/8) sore di Jakarta.
“Ke depan, kita lebih baik memberikan pemikiran-pemikiran yang bersifat praktis. Bukan sekadar pemikiran yang bersifat teoritis,” saran Zuhtu terhadap acara yang berskala internasional ini.
Arief menyikapi pujian itu secara positif. Oleh sebab itu ia berharap, kualitas dari acara AACC dan Simposium Internasional ke depan dapat terus ditingkatkan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Turki diharapkan dapat menjalin kerjasama, saling berpartisipasi dalam upaya penegakan hukum dan demokrasi.
Lebih lanjut Arief menanggapi pertanyaan Presiden MK Turki soal kewenangan pengaduan konstitusi dari MKRI. Arief menegaskan, MKRI tidak memiliki kewenangan constitutional complaint. “Namun dalam praktiknya, sejumlah perkara yang diuji di MKRI ada yang mirip dengan constitutional complaint,” imbuh Arief.
Salah satu perkara yang mirip dengan pengaduan konstitusi, ungkap Arief, dua hari menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009, MK membuat putusan yang mengubah secara drastis ketentuan bagi para pemilih. Putusan penting itu menyebutkan, warga yang tak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pilpres bisa tetap menggunakan hak pilihnya dengan memakai KTP atau paspor.
Situasi kondisi MKRI tersebut, menurut Arief, berbeda dengan beberapa negara Eropa yang memiliki kewenangan pengaduan konstitusi. Salah satu di antaranya adalah Spanyol yang memiliki kewenangan pengaduan konstitusi.
Pada kesempatan itu Arief juga mengundang Presiden MK Turki untuk hadir dalam Kongres Bertema “The Promotion and Production of Citizen’s Constitutional Rights” di Bali pada 25-28 April 2016. “Kongres ini menarik karena dilaksanakan di Bali sebagai tempat wisata terkenal di dunia. Turisnya banyak berdatangan dari Jepang, Australia, dan negara-negara Eropa,” ucap Arief kepada Zuhtu.
Usai mengadakan courtesy call dengan Presiden Mahkamah Konstitusi Turki, selanjutnya Arief Hidayat menerima Amarsana Jugnee sebagai Chairman Mahkamah Konstitusi (MK) Mongolia, masih dalam kaitan courtesy call.
Berbagai masalah dibahas, namun yang terpenting, Chairman MK Mongolia ini meminta MKRI melakukan kerja sama intens dan kontinyu dengan MK Mongolia dalam hal pertukaran informasi hukum. Di antaranya pertukaran mengenai buku-buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan konstitusi maupun hukum secara luas.
Welcoming Dinner Delegasi ISCC
Selesai courtesy call antara MKRI dengan MK Turki dan MK Mongolia, berlanjut dengan Wellcome Dinner sebagai acara makan malam bersama yang dihadiri seluruh peserta AACC dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi, para Hakim Konstitusi Indonesia maupun sejumlah Hakim Konstitusi Indonesia pada periode-periode sebelumnya.
Dalam kesempatan itu Sekjen MK Janedjri M. Gaffar memberikan sambutan bahwa Pertemuan Dewan Anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenis se-Asia (Board of Members AACC) dan Simposium Internasional mengenai Pengaduan Konstitusi (Constitutional Complaint) adalah inisiatif dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai Presiden Asosiasi MK dan lembaga sejenis se-Asia (The Association of Asian Constitusional Courts and Equivalent Institution/AACC).
Tak kalah penting, Janedjri menyampaikan kepada hadirin bahwa MKRI siap menggelar Kongres Bertema “The Promotion and Production of Citizen’s Constitutional Rights” di Bali pada 25-28 April 2016. Sementara itu Ketua MKRI Arief dalam sambutannya, menilai pelaksanaan acara berjalan lancar dalam suasana kehangatan.
“Suasana kehangatan inilah yang ingin diwujudkan dalam menciptakan hubungan dan kebersamaan yang lebih baik di antara kita. Saya percaya, tantangan masa depan demokrasi akan lebih mudah dijawab,” pungkas Arief. (Nano Tresna Arfana/LA)