Jakarta - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), FH Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menilai, tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menetapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (menko Polhukam) Luhut Panjaitan untuk rangkap jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan kantor staf kepresidenan.
Selain itu, tindakan tersebut menurutnya dapat dikategorikan tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
"Jika membiarkan, presiden akan melanggar UU karena UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara khususnya Pasal 23 huruf a menyebutkan menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Bayu, kepada Beritasatu.com, Jumat (14/8).
Bayu menjelaskan, bahwa merujuk pada Pasal 122 huruf J UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebut menteri dan jabatan setingkat menteri termasuk kategori pejabat negara.
Padahal kepala Staf Kepresidenan menurut Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 26/2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan adalah pejabat setingkat menteri karena disebutkan kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan menteri.
"Jika demikian adanya maka tindakan Presiden Jokowi menetapkan menko Polhukam untuk rangkap jabatan sekaligus sebagai kepala Staf Kepresidenan jelas-jelas dan nyata-nyata bertentangan dengan UU Kementerian Negara," ungkapnya.
Menurut Bayu, seharusnyan presiden mengubah Perpres 26 Tahun 2015 tentang kantor Staf Kepresidenan, khususnya. Perubahan tersebut, katanya dalam rangka menambahkan norma yang menyatakan bahwa kepala Staf Kepresidenan dijabat oleh menko Polhukam.
"Hal ini sebagaimana dilakukan presiden saat menetapkan Kepala Bappenas dijabat oleh menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN). Perpres Nomor 66/2015 Tentang Bappenas, Pasal 6 menyebut secara tegas kepala Bappenas dijabat oleh menteri PPN," jelasnya.
Lebih lanjut, Bayu menilai kebijakan rangkap jabatan ini tidak mempunyai landasan hukum tertulis dan bentuk ketidakcermatan dan ketidaktaatan lembaga kepresidenan terhadap peraturan perundang-undangan yang mereka bentuk sendiri.
Selain persoalan hukum, katanya, rangkap jabatan itu juga tidak sesuai dengan tujuan pembentukan kantor Staf Kepresidenan. Tugas Staf Kepresidenen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Perpres 26 Tahun 2015 adalah memberikan dukungan kepada presiden dan wakil presiden dalam pengendalian program-program prioritas nasional yang dilaksanakan oleh para menteri.
"Untuk melaksanakan tugas tersebut tentu kepala Staf Kepresidenan haruslah dijabat oleh orang yang berbeda dengan orang yang menjabat sebagai menteri agar dalam memberikan laporan penilaian kinerja para menteri kepada presiden dan wakil presiden. Kepala Kantor Kepresidenan bisa tetap objektif," tuturnya.
"Tidak bisa dibayangkan bagaimana konflik kepentingan yang terjadi saat menko Polhukam bertindak sebagai kepala Staf Kepresidenan yang harus menilai kinerja Kementerian Koordinator Polhukam yang juga dia pimpin," tambahnya. (YUS)
Yustinus Paat/EPR
Sumber: http://www.beritasatu.com/politik/299061-direktur-puskapsi-presiden-dinilai-langgar-uu-biarkan-rangkap-jabatan.html