Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyelenggarakan Sidang Panel pengujian UndangUndang No. 49 Prp. Tahun 1960 khususnya Pasal 12 Ayat (2) tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945. Sidang tersebut akan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 12 Desember 2006 pukul 10.00 Wib bertempat di Ruang Sidang MK lantai 1, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.
Permohonan tersebut diajukan oleh Kasdin Simanjuntak, S.H, Yon Richardo, S.H, Binoto Nadapdap, S.H., M.H, Darwis D. Marpaung, S.H, Paustinus Siburian, S.H., M.H, dan Abdul Razak Djaelani, S.H yang tergabung dalam Tim Pembela Konstitusi dan Kedaulatan Advokat.
Pada sidang sebelumnya (20/11), telah didengarkan keterangan dari pemerintah yang diwakili oleh Qomarudin, S.H., M.H (Ketua Litigasi Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM), Mualimin Abdi, S.H., M.H (Kepala Bagian Litigasi Departemen Hukum dan HAM), Hadianto (Direktur Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Rahadianto (Direktur Piutang Negara Departemen Keuangan). Namun keterangan yang disampaikan oleh pemerintah hanya bersifat informatif karena surat kuasa yang dibutuhkan belum turun dari pejabat yang berwenang.
Dalam berkas perbaikan permohonan, Pemohon tetap menyatakan bahwa ketentuan Pasal 12 Ayat (2) UU Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan Pasal 28 huruf I Ayat (2) UUD 1945.
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Dr. Harjono, S.H., M.CL mengatakan bahwa Pemohon juga harus memperhatikan Pasal 12 Ayat (1) yang berbunyi, instansi pemerintah atau badan-badan negara yang dimaksud ... diwajibkan menyerahkan piutang yang ada ... pada Panitia Urusan Piutang Negara. Artinya ketentuan Pasal 12 Ayat (2) yang dianggap Pemohon diskriminatif tidak beralasan dengan adanya Pasal 12 Ayat (1) dan anggota Panitia Urusan Piutang Negara sudah ditentukan pada Pasal 2 Ayat (3) yaitu terdiri dari pejabat dari Depatemen Keuangan, pejabat angkatan perang, dan pejabat pemerintah lain yang dianggap perlu.
Ketua Majelis Hakim, Bapak Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H menambahkan bahwa UU yang diuji oleh Pemohon dibuat pada tahun 1960, jika Pemohon dapat membuktikan UU ini tidak relevan lagi untuk zaman sekarang maka pasal-pasal yang diujikan dapat dicabut melalui putusan yang akan dikeluarkan MK atas pengujian ini.
Persidangan berikutnya (12/12) dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon. (Mastiur Afrilidiany Pasaribu)