Pasal 24C ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan anggota hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung,DPR,dan Presiden.Pada 16 Agustus 2008 ini, hakim konstitusi periode pertama akan mengakhiri masa baktinya setelah menjalankan tugas konstitusional selama lima tahun sejak 2003.
Hakim konstitusi adalah jabatan yang menjalankan wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.Oleh karena itu figur hakim konstitusi menentukan pelaksanaan wewenang Mahkamah Konstitusi yang salah satu fungsinya adalah sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution).
Jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu jabatan yang syaratsyaratnya diatur dalam UUD 1945.Salah satu syarat yang ditegaskan dalam UUD 1945, seorang hakim konstitusi adalah seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Syarat negarawan ini tidak ditentukan untuk jabatan kenegaraan lain dalam UUD 1945 sehingga memiliki makna tersendiri apabila dikaitkan dengan wewenang Mahkamah Konstitusi.
Pertanyaannya kemudian adalah apa sesungguhnya makna dari negarawan dan mengapa persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi harus seorang negarawan? *** Dari sisi gramatikal, negarawan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian penyelenggaraan negara, medan pengalaman yang cukup, serta komitmen untuk melaksanakan dan mengawal kehidupan bernegara sesuai dengan koridor konstitusi.
Negarawan juga dapat diartikan sebagai sosok yang visioner,berorientasi jangka panjang, mengutamakan kesejahteraan masyarakat, mampu berlaku egaliter serta adil dan mengayomi semua komponen bangsa.Dalam bahasa Inggris negarawan disebut statesman atau stateswoman, sebagai sebutan terhadap tokoh yang mempunyai karier terhormat (respected career) di bidang kenegaraan baik nasional maupun internasional.
Konsep negarawan telah ada bersamaan dengan berkembangnya pemikiran tentang kenegaraan itu sendiri. Salah satu karya Plato adalah The Statesman atau Politikos. Karya tersebut berisi dialog antara Socrates dan muridnya yang bernama Theodorus yang bermaksud menyajikan pemikiran bahwa untuk memerintah diperlukan kemampuan khusus (gnosis) yang hanya dimiliki oleh negarawan, yaitu kemampuan mengatur dengan adil dan baik serta mengutamakan kepentingan warga negara.
Karena itu, kualitas negarawan meliputi aspek pengetahuan, kepribadian, komitmen, dan pengalaman. Apabila kita mempelajari risalah pembahasan perubahan UUD 1945, terlihat adanya perdebatan tentang persyaratan negarawan bagi hakim konstitusi.Dalam rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR, ada sebagian anggota yang mengusulkan agar syarat negarawan diganti dengan rumusan lain karena khawatir tidak ada pengertian pasti. Bahkan dikhawatirkan syarat negarawan menjadi beban dalam pemilihan hakim konstitusi.
Di sisi lain,terdapat pendapat yang mempertahankan syarat negarawan. Ketua PAH I BP MPR Jakob Tobing menyatakan bahwa wewenang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi terkait dengan masalah-masalah level tinggi karena bersifat strategis dan penting dalam kehidupan bernegara. Bahkan anggota PAH I KH Yusuf Muhammad (almarhum) memandang bahwa Mahkamah Konstitusi tidak sepenuhnya merupakan lembaga hukum.
Walaupun putusannya merupakan putusan hukum,putusan tersebut tidak semata-mata dilandasi oleh pertimbangan hukum saja tetapi dari berbagai aspek kenegaraan. Karena itu, untuk melaksanakan wewenang Mahkamah Konstitusi dibutuhkan hakim konstitusi yang tidak sekadar ahli hukum.
Meminjam istilah Hamdan Zoelva,saat pembahasan di PAH I BP MPR,yang dibutuhkan adalah ahli hukum yang negarawan atau negarawan yang ahli hukum.Pada akhirnya syarat negarawan tersebut disetujui mengingat sifat dari wewenang konstitusional yang diemban oleh Mahkamah Konstitusi.
Wewenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar mengharuskan hakim konstitusi memahami konstitusi secara utuh dan menyeluruh, baik norma dasar, nilai yang melandasi, maupun prinsipprinsip konstitusi dan konstitusionalisme secara umum.
Hakim konstitusi juga harus memahami segala hal yang terkait dengan materi muatan konstitusi seperti cita-cita negara, struktur organisasi negara, serta hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. Selain itu,wewenang pengujian konstitusionalitas undangundang menempatkan hakim konstitusi pada posisi antara negara dan warga negara, antara kebijakan hukum negara dengan perlindungan hak konstitusional warga negara.
Wewenang memutus sengketa lembaga negara memosisikan hakim konstitusi berada di antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lain yang tengah bersengketa.Karena itu hakim konstitusi tentu harus memahami organisasi kenegaraan dan penataannya sehingga setiap lembaga negara yang wewenangnya diberikan oleh konstitusi dapat menjalankan tugas serta saling berhubungan secara harmonis.
Wewenang memutuskan pembubaran partai politik menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai penentu antara jaminan kebebasan berserikat dengan keselamatan negara berdasarkan UUD 1945.Kebebasan berserikat tentu tidak boleh mengancam keselamatan negara dan pelaksanaan konstitusi.
Di sisi lain, negara harus melindungi kebebasan berserikat dari pembatasan dan pelanggaran yang sewenang-wenang. Wewenang memutus perselisihan hasil pemilihan umum menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga yang menjaga agar suara rakyat tidak terpinggirkan karena kesalahan perhitungan.
Hal itu juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas demokrasi yang menjamin kemurnian perwakilan rakyat. Sementara wewenang memutus pendapat DPR dalam proses impeachment presiden dan/atau wakil presiden menempatkan Mahkamah Konstitusi antara kekuasaan presiden dan pengawasan DPR yang menentukan keberlanjutan pemerintahan.
Wewenang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi menempatkannya dalam posisi ”tengah”atau posisi ”antara”. Posisi tersebut menentukan perimbangan dan keselarasan hubungan kekuasaan, baik dalam organisasi penyelenggara negara,maupun dalam kehidupan berbangsa.
Mahkamah Konstitusi berada di antara tiga wilayah kehidupan berbangsa dan bernegara,yaitu antara negara (state), masyarakat sipil (civil society),dan pasar (market).Di sisi lain,dapat dikatakan Mahkamah Konstitusi juga berada di antara cabang kekuasaan negara.
Posisi tersebut mengharuskan hakim konstitusi selalu objektif, tidak memihak,dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Di sinilah arti penting persyaratan negarawan bagi hakim konstitusi, selain harus memiliki pengetahuan yang dalam dan luas tentang konstitusi dan ketatanegaraan.
Selain itu, hakim konstitusi harus memiliki kepribadian yang tidak tercela. Hal itu diwujudkan dalam persyaratan yang diatur dalam UU Mahkamah Konstitusi,di antaranya adalah syarat tidak pernah dijatuhi pidana dengan ancaman pidana lima tahun dan tidak sedang dinyatakan pailit. Pengetahuan yang luas dan dalam serta kepribadian yang luhur tidak akan bermakna bagi bangsa dan negara jika berada di puncak menara gading.
Seorangnegarawanakanmengabdikan kemampuan dan kepribadiannya untuk kemajuan masyarakat.Seorang negarawan senantiasa berbuat sesuatu berlandaskan pengetahuan dan kepribadiannya sebagai wujud dari komitmennya terhadap bangsa dan negara.
Komitmen tersebut telah dijalani dan menjadi pengalaman praktis sepanjang karier yang digeluti serta dilakukan bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan,tetapi untuk bangsa dan negara serta seluruh rakyat.
Komitmen terhadap bangsa dan negara serta seluruh rakyat amat penting dimiliki oleh hakim konstitusi karena putusanMahkamahKonstitusibersifat final dan mengikat seluruh warga negara dan segenap penyelenggara negara.
Oleh karena itu UU Mahkamah Konstitusi melarang hakim konstitusi merangkap menjadi pejabat negara lain,anggota partai politik,pengusaha, advokat,atau pegawai negeri. *** Negarawan adalah kualitas pribadi yang tidak terbatas pada kelompok atau profesi tertentu.
Negarawan dapat berasal dari akademisi,politisi,birokrat, dan berbagai profesi atau bahkan masyarakat biasa.Namun, sebagai perwujudan dari makna negarawan, pada saat seseorang menjabat sebagai hakim konstitusi,semua ikatan yang dapat mengurangi kualitas kenegarawanan harus ditanggalkan agar dapat merdeka dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara demi tegaknya hukum dan keadilan konstitusional.(*)
Oleh: Janedjri M Gaffar
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi
Sumber: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10544&coid=3&caid=21&gid=2