Pemberian informasi mengenai tata cara dan prosedur beracara di MK kepada publik dimaksudkan agar masyarakat mengetahui langkah-langkah dan kelengkapan yang mesti dimiliki dalam beracara di MK sehingga dapat terhindar dari potensi korupsi dalam proses beracara. Dalam prosedur ini termasuk batasan waktu yang telah ditentukan oleh UU MK. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MK-RI Janedjri M. Gaffar dalam acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi bertempat di Hotel Le Meridien yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (7/12).
Pada kesempatan tersebut, Sekjen MK menyampaikan laporannya yang bertajuk Perkembangan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di MK RI Tahun 2006. Dalam paparannya, Sekjen MK menginformasikan bahwa selama tahun 2006, MK telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, antara lain penyusunan dan penyebarluasan tata cara dan prosedur beracara, dan berperkara di MK tidak dipungut biaya sesuai PMK No. 06/2005 dan PMK No. 08/2006.
Di samping itu, Sekjen MK juga melaporkan penyelesaian perkara di MK membutuhkan rata-rata waktu 3,27 bulan untuk perkara judicial review, 21 hari untuk perkara perselisihan hasil pemilu, dan 1,3 bulan untuk perkara sengketa kewenangan. Hal ini menjadi parameter bahwa penyelesaian perkara di MK relatif cepat sehingga mengeliminir timbulnya upaya kongkalikong terhadap perkara yang sedang diproses. Semakin cepat perkara diselesaikan/diputus maka memperpendek kesempatan terjadinya korupsi, imbuhnya.
Dalam penutup laporannya Sekjen MK memberi catatan bahwa agenda paling utama yang dilakukan oleh MK adalah mewujudkan MK sebagai pulau integritas (island of integrity) yang bebas korupsi. Hal ini nantinya paralel dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi secara nasional.
Sementara itu, hadir juga dalam acara ini antara lain MenkoEkuin Boediono, Menkeu Sri Mulyani, dan Menhukham Hamid Awaluddin. Dalam sambutan mengawali acara tersebut, MenkoEkuin menyampaikan apresiasinya terhadap upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan KPK selama ini. Dalam memberantas korupsi harus ada tata kerja sehingga mempunyai suatu sistem yang self correcting. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pemberantasan korupsi secara gradual, ujar Boediono.
Pelaksanaan konferensi ini merupakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kesempatan ini, Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki melaporkan bahwa selama tahun 2006, dari total jumlah perkara yang telah diproses telah ada 35 perkara yang masuk dalam tahap penyelidikan. Sedangkan perkara yang sudah pada tahap penyidikan sebanyak 25 perkara. Sementara itu, 17 perkara telah dikirimkan untuk disidangkan ke pengadilan.
Konferensi nasional ini mengundang berbagai lembaga negara, antara lain Mahkamah Konstitusi, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, TNI, BI, dan Komisi Ombudsman Nasional. Setiap lembaga negara ini memberikan paparan laporan perkembangan pemberantasan korupsi yang dilakukan selingkung masing-masing lembaga negara (budi).