Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (UU Hortikultura) dengan agenda perbaikan permohonan pada Rabu (12/8), di Ruang Sidang Pleno MK. Pemohon Nurul Mawaddah Zogina Batubara menguji ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU Hortikultura. Ketentuan tersebut mengatur tentang larangan melakukan ekspor bibit tanaman langka yang terancam punah.
Kepada Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Nurul menyatakan telah melakukan sejumlah perbaikan dalam permohonan terkait dengan kedudukan hukum dan penulisan permohonan. Kemudian, Nurul juga menegaskan permintaannya agar Mahkamah menyatakan tanaman sirsak tidak termasuk sebagai tanaman langka yang terancam punah. “Setiap orang dilarang mengeluarkan varietas dari sumber daya genetika hortikultura yang terancam punah dan yang dapat merugikan kepentingan nasional dari wilayah Negara Republik Indonesia, tidak termasuk tanaman sirsak atau annona muricata,” ujar Nurul.
Menanggapi perbaikan yang disampaikan Pemohon, Maria Farida mengatakan perbaikan yang dilakukan oleh Pemohon terutama pada bagian tuntutan (petitum), masih belum benar. “Permohonan ini petitum-nya harus jelas. Petitumnya kita enggak bisa ngomong tentang ketahanan nasional, kalau permohonannya itu dikabulkan oleh MK, maka ketahanan nasional itu enggak ada masalah, begitu. Anda harus melihat bahwa ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau tidak?” ujar Maria Farida kepada Pemohon.
Hal senada juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Palguna menilai Pemohon belum sepenuhnya mengikuti nasihat Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. “Tapi ternyata masih tetap seperti ini. Jadi, ya kalau sampai saat ini tidak diperbaiki, ya berarti ini yang nanti akan kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim untuk tindak lanjutnya, apakah ini akan dibawa ke persidangan ke Sidang Pleno ataukah tidak,” tukas Palguna.
Terhadap permasalahan tersebut, Maria Farida memberikan solusi kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan tersebut saat ini juga dan kemudian segera diserahkan kepada kepaniteraan. “Nanti itu direnvoi saat ini, artinya diperbaiki saat ini. Tapi tidak lewat hari ini, ya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pemohon adalah direktur CV. Anona yang melakukan usaha pembudidayaan bibit tanaman sirsak di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Pemohon merasa terhalang usahanya dengan berlakunya Pasal 28 ayat (2) UU Hortikultura, yang menyatakan, ‘Setiap orang dilarang mengeluarkan varietas dari sumber daya genetika hortikultura yang terancam punah dan yang dapat merugikan kepentingan nasional dari wilayah Republik Indonesia’.
Pada sidang perdana (30/7), Pemohon berusaha meyakinkan Majelis Hakim bahwa usahanya tidak akan menyebabkan kepunahan genetik hortikultura. Bahkan Pemohon bersedia memberikan 500 pohon sirsak kepada pemerintah dalam setiap bulannya untuk dikembangkan, sehingga tingkat kepunahan yang dimaksud tidak akan terjadi.
Selain itu, Pemohon mengungkapkan telah melakukan kerja sama dengan kelompok tani dan telah memberikan kesejahteraan kepada petani dalam kelompok tani di dua provinsi, namun tidak diberikan izin ekspor. Padahal, kegiatan ekspor bibit sirsak tersebut menjadi peluang bagi kelompok tani untuk meningkatkan pendapatan petani. Dalam permohonannya, Pemohon kemudian meminta agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 28 ayat (2) UU Hortikultura bertentangan dengan UUD 1945 dan menginginkan adanya pengecualian terhadap tanaman sirsak. (Ilham)