Hasil muktamar PP Muhammadiyah, Jumat (7/8/15), melahirkan 13 rekomendasi, antara lain soal bencana alam dan perubahan iklim. Rekomendasi ini lahir dari keprihatinan terhadap bencana dengan intensitas makin tinggi.
“Sebenarnya, keprihatinan Muhammadiyah terhadap kerusakan lingkungan dan bencana sudah lama. Secara kelembagaan dan ekplisit baru pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang,” kata Gatot Supangkat, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah saat dihubungi Mongabay, akhir pekan lalu.
Permasalahan lingkungan dan bencana alam ditegaskan pada muktamar ke-46 di Yogyakarta. Setelah itu, muktamar ke-47 di Makassar, ditegaskan menjadi rekomendasi.
Ada 13 rekomendasi hasil muktamar. Point bencana dan perubahan iklim pada poin tujuh dan 11. Poin ketujuh soal tanggap dan tangguh menghadapi bencana berisi soal menerbitkan buku Teologi Bencana dan memiliki Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) serta relawan kemanusiaan piawai.
Poin ke-11, soal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Antara lain, tertulis, Muhammadiyah mendorong aksi nyata bersama-sama dan berkelanjutan mengurangi dampak pemanasan global. Caranya, melalui usaha-usaha penghijauan hutan, mengubah gaya hidup boros energi, membersihkan polusi, membangun infrastruktur fisik ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kertas dengan penghematan, daur ulang.
Kemudian meminimalkan penggunaan kertas melalui budaya paperless dengan pemanfaaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti penggunan email dan media sosial untuk komunikasi antar manusia. Juga, pengembangan e-book, e-news papers, e-magazine dan website untuk referensi ilmiah dan pengetahuan mutakhir.
“Ada dua macam bencana, yaitu bencana alam dan buatan manusia. Keduanya harus dikelola sedemikian rupa agar dampak diminimalisir.”
Gatot mengatakan, Muhammadiyah akan melakukan langkah-langkah pengelolaan strategis pada akar masalah. “Akar masalah cara pikir manusia yang terwujud dalam perilaku.Strategi utama melalui pendidikan baik formal maupun non-formal.”
Dengan pendidikan, diperoleh pemahaman terhadap reduksi, adaptasi dan mitigasi bencana maupun perubahan iklim. Selain itu, Muhammadiyah juga akan me-review produk-produk konstitusi yang tidak berpihak rakyat dan kelestarian lingkungan. Hal ini dikenal dengan istilah Jihad Konstitusi. “Muhammadiyah juga aksi-aksi praktis menunjang strategi utama membentuk penyadaran tidak langsung,” katanya.
Lembaga ini juga bekerjasama dengan berbagai pihak baik swasta, pemerintah maupun LSM. Menurut dia, masalah lingkungan itu universal. “Jadi kerjasama harus dengan siapa saja, lintas agama, lintas etnis, lintas negara dan lain-lain.”
Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Rahmawati Husein mengatakan, akan mengembangkan pemulihan bencana dikaitkan dengan mitigasi. “Jadi pengembangan sustainable livelihood program untuk pengurangan risiko dan kerentanan masyarakat terdampak maupun masyarakat rentan lain.”
Dalam penanganan bencana, katanya, perlu penguatan kapasitas masyarakat di daerah. Prosedur penanganan, seharusnya bisa diketahui masyarakat hingga penanganan lebih efektif.
Rahmawati juga menyoroti BNPB. Lembaga ini, baru ada di 177 kabupaten dari 500 lebih kabupaten seluruh Indonesia. “Itu masih kurang. Masih banyak kabupaten yang rentan bencana tapi tak ada BNPB.”
Sumber: http://www.mongabay.co.id/2015/08/11/inilah-rekomendasi-muhammadiyah-soal-bencana-dan-perubahan-iklim/