JAKARTA — Jihad konstitusi menjadi salah satu poin rekomendasi muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, lima tahun terakhir pihaknya melakukan judicial review terkait undang-undang yang merugikan negara dan rakyat. Langkah ini membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama.
"Kami menyebut proses ini sebagai jihad konstitusi karena memiliki waktu bertahun-tahun dan biaya yang cukup besar untuk menyelesaikannya," ujarnya, Senin (10/8).
Dia mengatakan, UU yang bertentangan dengan UUD 1945 di antaranya UU tentang lalu lintas devisa, investasi, dan ketenagalistrikan. Seluruh undang-undang itu telah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kini, pihaknya sedang menunggu proses yang sedang berjalan di MK.
Kemudian, salah satu yang akan diperjuangkan Muhammadiyah adalah menuntut pemerintah untuk membuat aturan seluruh transaksi di dalam negeri dilarang menggunakan dolar. Alasannya, dolar berdampak pada ekonomi Indonesia yang terpuruk. Seluruh harga komoditas dan utang diukur menggunakan dolar sehingga Indonesia tidak memiliki kedaulatan ekonomi lagi. Dia mengatakan, Muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah rakyat.
Hal lain yang menjadi rekomendasi Muktamar Muhamamdiyah adalah haramnya memilih pemimpin yang korup. Mu'ti mengatakan pihaknya sepakat jika remisi merupakan bagian dari hak warga negara. Namun, dia menyatakan tidak setuju bagi koruptor jika pemberian remisi itu tidak memberikan efek jera. Bahkan, koruptor sering terlihat mampu menyulap hotel prodeonya menjadi hotel bintang lima.
Terkait pemberantasan korupsi, Muhammadiyah menyarankan pemerintah membuat undang-undang pembuktian hukum terbalik. Menurutnya, rekomendasi tersebut sudah dikeluarkan sejak muktamar di Yogyakarta bahwa untuk pemberantasan korupsi Indonesia harus memiliki undang-undang pembuktian hukum terbalik.
"Ketika memiliki undang-undang ini, terduga korupsi dapat ditangkap dengan cepat sesuai proses yang berlaku," ujarnya.
Koruptor juga dinilai sama dengan melakukan tindakan kejahatan terorisme dan penyelundupan narkoba. Sehingga, dalam muktamar lalu Muhammadiyah merekomendasikan haram memilih pimpinan yang terindikasi koruptor.
Dia menilai, selama ini pasal untuk menuntut koruptor tidak cukup dengan UU Tipikor dan KUHP. Mereka selalu berlindung dari pasal praduga tak bersalah. Bahkan, belakangan setelah ditangkap, mereka juga mengajukan praperadilan. Menurutnya, para koruptor juga tidak segan-segan untuk menunda-nunda masa hukuman dengan berbagai alasan.
Sebelumnya, pada acara Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengajukan rekomendasi jenazah koruptor tidak perlu dishalatkan kepada muktamirin. Dahnil berpendapat, hal itu merupakan bagian hukuman sosial untuk membuat jera koruptor dan menjauhkan masyarakat dari sifat tersebut.
Berbagai tanggapan pro kontra pun bermunculan. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai wacana koruptor tak perlu dishalati saat meninggal dunia merupakan bentuk penegasan publik mengenai perlu ada sanksi moral terhadap koruptor. Wacana seperti itu bisa dimaknai sebagai wujud komitmen memerangi tindak pidana korupsi.
"Mungkin, karena masyarakat sudah begitu geram, sudah begitu murkanya, sehingga lalu kemudian sampai ada wacana seperti itu," kata Lukman.
rep: Ratna Ajeng Tejomukti
ed: Andi Nur Aminah