Sebanyak 28 mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Tangerang bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (7/8) siang. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti MK Fajar Laksono Soeroso di Aula Gedung MK, yang kemudian menjelaskan proses persidangan MK.
“Begitu perkara diregistrasi, nanti pemohon akan diberitahu kapan harus sidang pertama kali yang disebut sidang pemeriksaan pendahuluan. Pada sidang pendahuluan ini pemohon diberi nasihat tiga orang hakim panel. Karena menurut UU MK, Hakim Konstitusi wajib memberikan nasihat kepada pemohon,” ujar Fajar kepada para mahasiswa.
“Kalau ada yang kurang jelas, dijelaskan. Kalau ada yang belum baik, maka diperbaiki. Misalnya, pasal yang dimohonkan pemohon belum jelas apa yang mau diujikan. Mahkamah memberikan waktu perbaikan permohonan paling lambat 14 hari,” tambah Fajar.
Pada sidang berikutnya, barulah pemohon memberikan perbaikan permohonan kepada Majelis Hakim. “Kalau sudah diperbaiki, berarti permohonan itulah yang nanti akan diteruskan dan menjadi bahan Mahkamah untuk memeriksa. Setelah itu, pemohon bisa mengajukan ahli atau tidak. Demikian pula Presiden atau DPR bisa mengajukan ahli atau tidak,” kata Fajar.
Fajar mengatakan, peradilan konstitusi lebih kepada argumentasi. Menurutnya, yang bagus argumentasinya dan bisa meyakinkan Hakim Konstitusi, maka kemungkinan besar permohonannya akan dikabulkan Mahkamah.
“Semua pihak yang berkepentingan bisa berperkara di dalam persidangan. Tidak hanya Pemerintah, DPR, atau Pemohon, bahkan pihak di luar tiga pihak itu tadi bisa menjadi pihak terkait,” imbuh Fajar.
Setelah melalui proses sidang pendahuluan, sidang pembuktian, maka MK siap menggelar sidang pengucapan putusan. Namun sebelumnya para Hakim Konstitusi melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) di Lantai 16 Gedung MK. “Sembilan orang Hakim berdiskusi, bahkan berdebat, bertarung secara gagasan dan RPH ini bersifat rahasia,” urai Fajar.
Lebih lanjut Fajar mengungkapkan, putusan MK bersifat final and binding sejak selesai diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Salinan putusan MK bisa diserahkan sesaat setelah sidang pengucapan putusan selesai.
Pada bagian lain Fajar menuturkan perjalanan MK di Indonesia yang penuh dinamika. “Katakanlah pernah terjadi ‘tsunami’ di MK pada 2013 yang membuat MK lebih mawas diri, lebih berhati-hati. Yang terpenting, kini keberadaan MK dapat memberikan sumbangsih dalam hal pembangunan hukum dan demokrasi,” tegas Fajar.
“Putusan-putusan MK harus bisa meningkatkan kualitas kita dalam bernegara, dalam berkonstitusi,” ucap Fajar.
Meskipun demikian, lanjut Fajar, tetap ada persoalan terkait implementasi putusan MK di Indonesia maupun berbagai negara. “Memang tidak ada sanksi kalau putusan MK tidak dilaksanakan. Tak heran, seorang tokoh bernama Alexander Hamilton pernah mengatakan bahwa MK itu adalah cabang kekuasaan yang paling lemah karena tidak ada lembaga eksekutor terhadap putusan MK,” tandas Fajar. (Nano Tresna Arfana)