TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,PONTIANAK - Pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada Pilkada serentak 9 Desember 2015 telah ditutup Senin (3/8/2015) silam, namun masih menyisakan sejumlah masalah. Satu di antaranya yang krusial adalah adanya tujuh pasangan calon tunggal.
KPU memutuskan untuk menunda Pilkada di 7 daerah karena hanya memiliki satu pasangan bakal calon. Yakni Pacitan dan Kota Surabaya, Tasikmalaya, Blitar, Kota Mataram, Kota Samarinda, dan Timor Tengah Utara.
Sesuai aturan KPU nomor 12 tahun 2015 pasal 89, bagi daerah yang tidak memiliki pasangan calon lebih dari satu setelah pendaftaran tahap kedua ditutup, langsung dilakukan penundaan hingga pilkada berikutnya.
Dengan penundaan itu diharapkan akan hadir calon pasangan sebagai lawan. Pertimbangan yang digunakan KPU tak lepas dari esensi pilkada sebagai sebuah kontestasi.
Namun tak sedikit kalangan yang tidak sependapat dengan keputusan KPU tersebut. Alasannya, kehadiran calon tunggal adalah bagian dari relitas demokrasi yang lahir dari sebuah proses politik yang terbuka dan fair, tanpa manipulasi. Kehadiran calon tunggal dalam pilkada tetap dianggap sebagai hal yang demokratis. Realitas politik menunjukkan, calon tunggal di era pemilihan langsung baik presiden maupun kepala daerah lahir dari sebuah proses yang demokratis.
Partai politik telah diberi kesempatan mengajukan calon-calon terbaiknya sejauh memenuhi persyaratan, yakni dukungan minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara sah dalam pemilu legislatif 2014 bagi calon yang diajukan parpol atau gabungan parpol. Berbeda dengan masa Orde Baru lalu, di mana calon tunggal lahir dari sebuah proses politik yang manipulatif.
Karena itu, Pemerintah dan KPU wajib menghormati hak konstitusional calon tunggal, dan menerima permufakatan masyarakat di daerah sebagai kenyataan politik yang demokratis. Oleh karenanya, dorongan banyak kalangan, terutama beberapa kepala daerah agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) cukup logis dan sebaiknya segera diakomodasi, untuk mengisi kekosongan hukum ihwal calon tunggal.
Hal ini perlu agar KPU memiliki landasan hukum untuk merevisi aturan pelaksananya.
Setidaknya ada lima alasan pentingnya Presiden Joko Widodo perlu segera mengeluarkan Perppu, sebagai solusi konkret untuk menyelamatkan pilkada serentak. Pertama, ada tujuh daerah dengan calon tunggal. Kedua, ada 83 daerah yang hanya memiliki dua pasangan yang bisa gugur dalam tahap verifikasi dan berpotensi munculnya calon tunggal.
Ditundanya 7 pilkada karena hanya ada satu calon tunggal, adalah presiden buruk. Mendagri Tjahjo Kumolo menyebut sabotase Pilkada dilakukan untuk mengganjal calon potensial seperti Tri Rismaharini di Pilwalkot Surabaya.
Jika Presiden Jokowi tak mengambil langkah bukan tak mungkin di Pilkada yang akan datang semakin banyak calon potensial yang diusung parpol tertentu kemudian tidak dilawan oleh calon parpol lain dengan tujuan agar Pilkada ditunda.
Ketiga, hak politik calon tunggal dalam pilkada serentak tak boleh diabaikan, dengan alasan sebagaimana disebutkan di atas. Keempat, Penundaan Pilkada hingga tahun 2017 tidak menjamin bahwa pada tahun itu juga ada kandindat lain yang mendaftar. Kelima, penunjukkan pelaksana tugas sebagai kepala daerah sementara akan membuat kinerja pemerintahan daerah tidak efektif, tidak bisa mengambil keputusan, dan merugikan masyarakat.
Kehadiran Plt selama dua tahun itu terlalu lama. Padahal, kewenangan plt terbatas baik dalam pelaksanaan kebijakan maupun birokrasi, tidak dapat mengambil keputusan kebijakan strategis dalam menentukan anggaran daerah, tidak boleh memutasi pegawai sesuai kebutuhan. Kalau begini, semua program pembangunan bisa-bisa mandek. Artinya Plt dipastikan tidak akan bisa efektif menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan di daerah.
Dengan argumen tersebut, kehadiran calon tunggal harus dianggap sebagai hal yang demokratis, sehingga tidak perlu disikapi dengan menunda pilkada. Untuk itu Presiden Jokowi harus segera mengambil langkah konkret. Yang paling ditunggu adalah mengeluarkan Perppu untuk menyelamatkan Pilkada serentak.
Sumber: http://pontianak.tribunnews.com/2015/08/06/urgensi-perppu-calon-tunggal?page=2