Pemerintah diwakili Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi menuturkan, hal yang dipermasalahkan para Pemohon terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), khususnya Pasal 20 ayat (3) dan penjelasannya merupakan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) dan bukan pengujiaan undang-undang (judicial review).
Hal tersebut disampaikan Pemerintah dalam sidang lanjutan perkara nomor 75/PUU-XIII/2015 yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Menurut Pemerintah, tidak tepat permasalahan yang dialami Pemohon diajukan sebagai permohonan pengujian undang-undang dengan dalil ketentuan dalam UU Pengadilan HAM bertentangan dengan ketentuan UUD 1945. “Pemerintah berpendapat bahwa Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi,” ujar Wicipto di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu (5/8).
Pemerintah melanjutkan, Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden dan berada di lingkungan pengadilan umum. Berdasarkan UU Pengadilan HAM, untuk menyelesaikan perkara HAM yang berat memerlukan langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus dengan cara membentuk Komnas HAM sebagai badan penyelidik khusus. Dalam prosesnya, lanjut Pemerintah, Komnas HAM melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti-bukti permulaan yang cukup sebagai hasil penyelidikan yang disampaikan paling lambat 7 hari kerja kepada Kejaksaan Agung selaku penyidik.
Apabila Kejaksaan Agung berpendapat bahwa hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM masih kurang lengkap, Kejaksaan Agung segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada Komnas HAM dengan disertai petunjuk untuk dilengkapi dalam waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya pengembalian tersebut. “Frasa kurang lengkap diartikan belum cukup memenuhi unsur pelanggaran HAM yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 20 ayat (3) undang-undang a quo,” jelasnya.
Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat justru dengan adanya ketentuan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM dan penjelasannya memberikan kepastian hukum bagi korban dan keluarga untuk mendapatkan kepastian dalam menemukan pelaku pelanggar HAM yang berat. “Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa Para Pemohon tidak mempunyai kekuatan hukum dan menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Wicipto.
Sebelumnya, Payan Siahaan, orang tua Ucok Munandar Siahaan yang dihilangkan secara paksa pada kurun 1997-1998 dan Yati Uryati, Ibu dari Eten Karyana, korban dalam tragedi Mei 1998 mengajukan uji materi UU Pengadilan HAM, khususnya Pasal 20 ayat (3) dan penjelasannya.
Pemohon menuturkan, kasus-kasus yang menimpa keluarga Pemohon telah dinyatakan pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM namun perkara tak kunjung ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung kendati berkas perkara telah tujuh kali disampaikan Komnas HAM. Tindakan tersebut dinilai Pemohon telah melanggar hak konstitusional Pemohon, khususnya Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 terkait kepastian hukum untuk setiap Warga Negara Indonesia.
“Hak-hak Pemohon menjadi tidak dapat dipenuhi untuk mendapatkan kepastian hukum atas nasib keluarga anak-anak atau keluarga inti mereka yang hilang yang meninggal sejak pelanggaran HAM yang berat tersebut,” ujar Kuasa Hukum Pemohon Chrisbiantoro pada sidang perdana, Kamis (25/6).
Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM :
(3) Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut.
Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM:
(3) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kurang lengkap" adalah belum cukup memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Oleh karena itu, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM tidak bertentangan dengan Konstitusi sepanjang berbunyi, ‘Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk yang jelas sebagaimana Pasal 8 dan Pasal 9 untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut’.
Pemohon juga meminta MK menyatakan frasa ‘kurang lengkap’ dalam penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM tidak bertentangan dengan Konstitusi sepanjang dimaknai ‘belum cukup memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana unsur-unsur tindak pidana yang dijelaskan pada Pasal dan Penjelasan Pasal 8 dan Pasal 9 untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan’. (Lulu Hanifah)