Para mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (4/8) siang. Kedatangan mereka diterima oleh peneliti MK Anna Triningsih. “Mahkamah Konstitusi terbilang baru sebagai lembaga peradilan yang lahir dari rahim reformasi. Kalau tidak ada reformasi, mungkin gedung MK tidak akan berdiri,” kata Anna saat membuka pertemuan.
Anna menjelaskan, adanya reformasi membawa perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan. “UUD 1945 merumuskan adanya sebuah lembaga yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman yang mendampingi Mahkamah Agung yaitu Mahkamah Konstitusi,” ujar Anna kepada para mahasiswa.
Namun, ungkap Anna, baik MK maupun Mahkamah Agung (MA) mempunyai tugas dan wewenang yang sangat berbeda. MK merupakan peradilan norma, sedangkan MA sebagai peradilan yang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (UU).
MK yang lahir pada 13 Agustus 2003 memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama MK melakukan pengujian UU terhadap UUD. Kewenangan kedua MK adalah memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Selanjutnya kewenangan ketiga MK adalah menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum. Kemudian kewenangan keempat MK adalah memutus pembubaran partai politik. Pada 2004 MK hanya mengadili sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Namun sejak 2008 MK juga mengadili sengketa hasil Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada).
“Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD,” ucap Anna.
Hal lainnya, lanjut Anna, antara MA dengan MA tidak akan ada tumpang-tindih dari putusan masing-masing. Tetapi MK dengan MA tetap saling berkoordinasi. “Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman tetapi tidak memiliki cabang di daerah-daerah dan hanya ada di Jakarta. Seperti halnya Mahkamah Konstitusi di seluruh dunia, hanya ada di setiap ibukota negara,” ujar Anna.
“Meskipun Mahkamah Konstitusi usianya terbilang muda, namun Mahkamah Konstitusi tetap berusaha mencoba untuk mengikuti ritme kerja sesuai dengan harapan-harapan reformasi,” imbuh Anna.
Pada kesempatan itu Anna juga menuturkan adanya sembilan pilar gedung MK. Sembilan pilar tersebut mencirikan jumlah sembilan hakim konstitusi yang terpilih melalui tiga unsur yaitu dari unsur MA, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
“Proses pemilihan dari tiap unsur tersebut diserahkan sepenuhnya kepada unsur-unsur tersebut, tetapi dilakukan secara transparan,” tandas Anna. (Nano Tresna Arfana)