TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak digelar pada 9 Desember 2015, jalan-jalan protokol hingga sudut kampung diramaikan spanduk dan baliho kandidat yang bakal ikut Pilkada.
Termasuk, satu di antaranya Mahyunadi, politisi Partai Golkar yang juga Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur ini.
Persiapan untuk berlaga di ajang Pilkada Kutim sudah dilakukan jauh-jauh hari. Perhitungan kekuatan sosok bakal lawan sudah diteropong. Survei pun telah dilakukan.
Termasuk mengikuti beragam rangkaian tes penjaringan yang digelar beberapa parpol dan mengurus sendiri "surat sakti" dari DPD I hingga DPP Partai Golkar. Berpekan-pekan, Mahyunadi menjalin koordinasi di Jakarta juga dilakukan. Sepertinya, tak ada yang terlewatkan.
Di penghujung perjuangan, muncul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat galau beberapa anggota DPRD Kutim yang sudah mengambil ancang-ancang maju dalam pilkada. Tak terkecuali Mahyunadi sendiri.
Putusan tersebut, bagi adik Wakil Ketua MPR RI Mahyudin ini bagai menanti air hujan tapi air di dalam baskom ditumpahkan.
Ya, sesuai putusan MK, kursi empuk yang diduduki saat ini juga keanggotaannya di DPRD Kutim, harus ditinggalkan jika ingin mencalonkan diri.
Isu kemundurannya dalam Pilkada Kutim langsung menyebar di masyarakat. Alhasil, dua hari menjelang pendaftaran pasangan calon, Mahyunadi menyatakan dengan tegas tak akan mendaftar ke KPU Kutim. Ia memilih mundur dari pertarungan kursi pucuk pimpinan di Kutai Timur. Surat SK rekomendasi dari PDI Perjuangan yang sudah ditangan dikembalikan.
"Bukan tidak percaya diri. Tapi, langkah saya selalu atas restu orangtua dan keluarga besar saya. Sempat terbersit semangat besar untuk maju terus. Tapi, ibu saya tidak merestui. Seperti yang saya pernah katakan, orangtua saya tidak setuju saya maju, kalau harus meninggalkan jabatan yang ada. Karena orangtua saya tidak setuju, saya batalkan untuk maju. Insyaallah ini pilihan terbaik bagi saya. Terus melanjutkan amanah masyarakat Kutim sebagai wakil rakyat di DPRD Kutim," ungkapnya.
Menurutnya, menjadi Bupati atau Ketua DPRD sama-sama melayani masyarakat. Tadinya dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Kutim, ia ingin meningkatkan kapasitas pelayanan pada masyarakat. Sesuai misinya, percepatan dan pemerataan pembangunan di Kutim.
"Tapi, kalau saya maju menjadi Bupati, pasti akan terjadi perubahan susunan kepengurusan di DPRD Kutim. Pergantian Ketua DPRD Kutim akan berpengaruh terhadap pelaksanaan terhadap APBD Perubahan dan APBD murni 2016 yang akan dibahas tahun ini. Harus melalui proses pemilihan ketua lagi, semua akan memakan waktu yang lama," ujar Mahyunadi.
Mahyunadi mengaku tak mempermasalahkan uang yang sudah dikeluarkannya untuk beragam kegiatan terkait rencana pencalonannya kemarin.
"Kalau soal uang, tak masalah. Saya legowo. Uang dari masyarakat, kembali ke masyarakat. Justru saya kepikiran pada konstituen saya. Mereka mungkin kecewa dengan pilihan saya. Tapi saya berharap mereka juga bisa menerima keputusan yang saya ambil sekarang," kata Mahyunadi. (*)
Sumber: http://kaltim.tribunnews.com/2015/08/04/tak-ingin-lepas-jabatan-anggota-dewan-ini-mundur-jelang-pendaftaran-calon?page=2