JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pada saat publik sibuk membicarakan masalah pilkada serentak yang terancam ditunda di beberapa daerah, ternyata masih ada satu persoalan terkait pilkada serentak yang luput dari pembicaraan meski sejatinya urusan ini merupakan urusan penting juga. Urusan tersebut adalah soal pembentukan badan peradilan khusus yang berwenang menangani sengketa pilkada.
Nasib pembentukan badan peradilan khusus ini masih terombang-ambing lantaran belum ada lembaga yang merasa mendapat mandat untuk membentuk badan ini. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengklaim kewenangan tersebut sudah diberikan kepada Mahkamah Agung (MA). Persoalannya, MA belum mau menindaklanjutinya ketika belum ada mandat langsung dari undang-undang yang mengamanatkan MA untuk membentuk badan tersebut.
Terkait pembentukan Badan Peradilan Khusus Pemilu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) memang telah memberikan mandat. Mandat tersebut terdapat dalam Pasal 157 Ayat (1) UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
Lalu Pasal 157 Ayat (2) berisi ketentuan badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud Ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu serentak nasional. Lalu Ayat (3) menyebutkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak yang berwenang sementara mengadili sengketa pemilu mempertanyakan nasib badan ini. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan kewenangan MK mengadili sengketa kewenangan pemilu dalam konteks dekat ini pilkada merupakan kewenangan sementara. Persoalannya hingga kini ia mempertanyakan ihwal belum adanya "tanda-tanda" untuk membuat badan peradilan khusus pemilu.
"MK ini kan hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Artinya mestinya ada sense of urgency untuk menyelesaikan itu. Saya belum pernah mendengar orang membicarakan kapan akan membentuk pengadilan khusus pemilu. Nanti tiba-tiba sudah mendadak di depan mata lagi (pemilu)," ujar Palguna saat ditemui wartawan di ruangannya Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (30/7) kemarin.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, sudah disepakati dalam UU Pilkada akan dibentuk badan peradilan. Sementara belum terbentuk, maka sengketa hasil pemilu dikembalikan ke MK.
"Jadi untuk pilkada serentak 2015 kita serahkan ke MK. Seiring dengan itu kita minta MA untuk menyiapkan badan peradilan khusus pilkada. Jadi itu wilayah MA bukan DPR," ujar Riza saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8).
MA MINTA MANDAT KHUSUS - Riza Patria menjelaskan, DPR sudah bertemu dengan MK dan MA soal hal tersebut. Dia mengatakan, MA sedang mempersiapkan badan peradilan khusus pilkada tersebut.
"Hanya saja MA belum tahu kapan badan peradilan pemilu akan diformalkan. Tapi hal tersebut dikembalikan ke MA karena MA dinilai sebagai pihak yang lebih tahu mulai persiapan kebutuhan badan ini dari hakim, panitera, hingga staf administrasinya," ujarnya.
Riza pun sebenarnya masih menunggu apakah badan tersebut bisa diselesaikan tahun ini atau pada 2016. Kalau persiapan badan ini dapat diselesaikan 2016 maka bisa jadi pada 2017 penyelesaian sengketa pilkada bisa dilakukan oleh badan peradilan khusus tersebut.
"Soal waktu untuk menyelesaikan persiapan badan tersebut domainnya tetap menjadi kewenangan MA. Setelah MA siap dengan badan peradilan pemilu, maka tidak perlu ada lagi revisi UU. Sebab UU sekarang dianggap sudah cukup," tegas Riza.
Nantinya ketika badan tersebut sudah terbentuk, langsung dapat menjalankan tugasnya menangani sengketa pemilu. Terkait komentar pihak MK, Riza menilai MK lebih baik mempersiapkan diri untuk menghadapi gugatan hasil sengketa pilkada 2015.
DPR boleh saja yakin bahwa pembentukan badan peradilan itu merupakan kewenangan MA, namun sebaliknya, MA malah mempertanyakan dasar hukumnya. Juru bicara MA Suhadi malah mempertanyakan landasan hukum atau UU yang memandatkan pada MA untuk membuat badan peradilan khusus pemilu tersebut. Alasannya, kata Suhadi, MA baru berwenang untuk membuat badan tersebut ketika sudah ada UU-nya.
"Misalnya UU Perikanan agar membentuk peradilan perikanan. Itu di dalam UU Perikanan yang menjelaskan (kewenangan MA). Lalu UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana Korupsi (tipikor) juga mengatakan pengadilan tipikor harus ada di Indonesia untuk pertama kali di setiap ibukota provinsi. MA yang berwenang untuk meresmikan atau mengusahakan berdirinya dalam waktu dua tahun. Itu ada UU-nya dulu. UU-nya bukan MA yang buat tapi DPR dan pemerintah," tutur Suhadi saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8).
Menurutnya, MA tidak bisa berkomentar kalau UU yang memandatkan dibentuknya badan peradilan pemilu belum ada. Ia melanjutkan, kalau mau berbicara mengenai pengadilan pilkada yang selama ini menjadi kewenangan pengadilan hanya mengadili tindak pidana pemilu. Sementara persoalan etik diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), persoalan administrasi diselesaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sengketa pemilu ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Suhadi menjelaskan kalau UU-nya belum ada yang memandatkan MA secara langsung untuk membentuk badan peradilan pemilu maka pembentukannya masih sekadar wacana. Maka kalau masih wacana maka sulit ditebak bagaimana pembentukan badan tersebut. Sebab ketika badan ini masih menjadi wacana para pembuat UU juga masih perlu mendengar pendapat dari lembaga atau organisasi tertentu sebelum membahas UU-nya.
"Pengadilan yang bagaimana yang dibutuhkan. Kan macam-macam pengadilan itu. Saya kira mesti diperbincangkan dulu dalam aturannya. Biasanya kalau ada kaitannya dengan MA, MA atau Ikatan Hakim Indonesia diundang untuk membahasnya. Sampai sekarang belum ada," lanjut Suhadi.
DESAIN BADAN PERADILAN KHUSUS PEMILU - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, merunut sejarahnya, badan peradilan muncul dalam UU Pilkada ini muncul sebagai bentuk kompromi ketika MA dan MK tidak mau menangani sengketa pilkada. Sehingga muncul alternatif soal perlunya dibentuk badan peradilan khusus yang menangani sengketa pilkada.
"MK waktu itu meminta supaya posisi MK saat ini sementara saja dalam menangani sengketa. Karena kondisi hari ini hanya MK yang dianggap mampu menangani, memiliki infrastruktur yang cukup kuat, dan siap menangani sengketa pilkada," ujar Veri saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8) pada kesempatan terpisah.
Ia menilai persiapan untuk membentuk badan peradilan pemilu ini harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR. Sebab di dalam UU Pilkada disebutkan ada peradilan khusus.
Persoalannya memang UU tidak menyebutkan sampai batas waktu kapan badan tersebut harus dibentuk.
Dengan demikian, memang harus ditindaklanjuti dengan UU Badan Penyelesaian Sengketa Pilkada. Menurutnya harus ada regulasi lebih lanjut terkait badan ini.
Veri Junaidi mengatakan, terlepas dari polemik yang terjadi, dia mengakui, bahwa bentuk badan peradilan ini memang bisa beragam. Ketika berbicara soal badan peradilan khusus menurutnya terdapat dua pilihan yaitu berada badan di bawah MA atau di bawah MK.
Tetapi, menurut dia, sebenarnya peradilan lebih cocok di bawah MA. Sebab MK hanya memiliki 4 kewenangan dan kewenangan yang terkait dengan impeachment. Sementara di bawah MA ada badan peradilan umum.
Dengan demikian, dia menilai, badan peradilan khusus bisa berada di bawah badan peradilan umum. Hanya saja, hal tersebut dinilai memang masih harus dikaji lebih dalam. "Prinsipnya pembentukan badan peradilan khusus pemilu ini harus jelas berada di bawah lembaga peradilan mana," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, badan ini juga harus diperjelas soal desain dan fungsinya. "Misalnya apakah terkait putusan sengketa hasil cukup diselesaikan di pengadilan tingkat pertama atau bisa dibanding?" ujarnya.
Kalau hasil putusan sengketa hasil bisa dibanding maka harus jelas juga pengajuan bandingnya ke lembaga apa. Kemudian harus dibuat juga soal aturan berapa lama sengketa hasil pemilu bisa diselesaikan.
Begitu pun dengan kompetensi hakim dan mekanisme rekrutmen dari badan ini. "Desain ini yang harus segera diselesaikan," tutur Veri.
Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/9048-polemik-badan-peradilan-khusus-sengketa-pilkada/2/