Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Sidang mendengar keterangan ahli maupun saksi tersebut digelar pada Senin (3/8) siang, di Ruang Sidang Pleno MK. M. Fadjroel Rachman tercatat sebagai Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 60/PUU-XIII/2015 tersebut.
Tsamara Amany, seoarang saksi yang mengaku sebagai pendukung calon independen dihadirkan oleh Pemohon untuk menyampaikan keterangan. Tsamara menjelaskan dukungannya terhadap Ahok yang notabene merupakan calon perseorangan untuk Pilkada DKI Jakarta pada 2017 mendatang.
“Kita harus mengakui bahwa calon independen itu didukung oleh rakyat. Setidaknya KTP-KTP yang terkumpul itu adalah KTP yang berarti merupakan dukungan murni rakyat. Kita tidak bisa menjamin bahwa seluruh rakyat kita menjatuhkan pilihan kepada partai politik itu ketika mereka mencalonkan calonnya, tetapi ketika mencalonkan independen dan mengumpulkan KTP-KTP tersebut sudah pasti adalah dukungan moril rakyat yang menginginkan calon tersebut untuk maju ke Pilkada,” tutur Tsamara di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Namun, lanjut Tsamara, dukungan tersebut terancam gugur dengan adanya UU a quo. Ia mengungkapkan adanya perubahan-perubahan peraturan karena jabatan penyelenggara pemilihan (Komisi Pemilihan Umum/KPU) hanya selama lima tahun. “Lagi-lagi, form yang akan kita kumpulkan ini bisa gugur, Yang Mulia. Lalu ketika form ini gugur mendekati Pilkada, seluruh partai politik sudah bisa mencalonkan sebagai ibu kota negara yang selama ini selalu dibilang sebagai tempat basah yang dijadikan ajang korupsi partai politik, bisa dipimpin oleh seseorang yang independen dan ini juga bisa membangkitkan partisipasi publik di DKI Jakarta yang sangat bagus untuk daerah-daerah lain,” terangnya.
Menanggapi hal ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran seperti yang dialami saksi. Menurutnya, dukungan terhadap pasangan calon perseorangan dapat terus dilakukan sambil menunggu pembaruan kebijakan yang akan dikeluarkan KPU mengenai Pilkada.
“Kenapa itu dirisaukan, toh nanti juga masih waktu masih lama kemudian undang-undang saja yang menjadi rujukan KPU kadang-kadang memang selalu ada penyesuain-penyesuaian. Karena ya seperti hari ini ada pihak-pihak yang ingin penyesuaian karena adanya keberatan-keberatan. Artinya kekhawatiran itu kan mestinya ya kita ikuti saja yang update nanti, ketika memang keperluan itu dibutuhkan di 2017 nanti atau menjelang 2017 kalau memang itu masih di 2017 akhir atau di tengah,” terangnya.
Dalam sidang sebelumnya, M. Fadjroel Rachman mendalilkan bahwa uji materi yang diajukan dimaksudkan untuk mengikuti dan berpartisipasi melalui jalur independen dalam Pilkada di daerah Kalimantan Selatan. Pemohon mendalilkan, persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah dari jalur independen sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 UU Pilkada bersifat diskriminatif. Diskriminasi ini terjadi dalam penentuan jumlah besarnya persentase dan jumlah bilangan pembagi.
Jumlah persentase dukungan yang harus diperoleh oleh calon kepala daerah dari jalur independen naik sebesar 3.5% dari ketentuan yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Lulu Anjarsari)