RMOL. Dinamika politik yang terjadi pada Pilkada, termasuk Pilkada Serentak membuka peluang terjadinya persoalan yuridis. MPR berkewajiban mengetahui setiap perkembangan yang terjadi mulai dari persiapan, penyelenggaraan dan evaluasi.
Demikian dikatakan Anggota MPR Fraksi PAN, Ali Taher ketika memberikan pemaparan pada Seminar Nasional Tema Mencari Format Ideal Penanganan Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Implementasi Pelaksanaan Paham Demokrasi Konstitusional di Hotel Le Dian, Serang, Banten, Jumat (31/7).
Pembicara seminar lainnya komisioner KPUD Banten, Saiful Bahri dan Dosen FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Leo Agustino.
Dalam seminar yang diselenggarakan Lembaga Kajian MPR bekerjasama dengan Untirta ini, Ali Taher mengatakan setelah UUD 1945 diamandemen, Indonesia mengalami kemajuan yang sangat besar dalam berdemokrasi.
Sebelum diamandemen, menurut dia, kekuasaan mutlak ditangan presiden, mulai dari kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, militer, luar negeri dan administrasi negara.
"Ini tidak dikenal dalam trias politika," katanya.
Nah, ketika konstitusi diamandemen, Indonesia menurut dia, mengalami kemajuan besar yakni Indonesia sebagai negara hukum, dan terjadi pemisahan kekuasaan dari tangan presiden. Akibatnya, penguatan negara melemah dan penguatan masyarakat menguat.
Dampaknya, muncul kehendak dari daerah seperti putra daerah untuk berlomba-lomba menjadi kepala daerah lewat Pilkada. Bahkan terbuka lebar peluang putra daerah menjadi anggota DPR lewat Pemilu.
"Namun apapun alasannya, setiap dinamika politik selalu ada persoalan yuridis. MPR memahaminya makanya seluruh tahapan penting diketahui. Untuk itu MPR membentuk lembaga kajian tujuannya untuk mengikuti dinamika politik," kata Ali Taher.
Dalam menyelesaikan persoalan yuridis tersebut dia mengatakan harus ada lima format dari prinsip hukum. Pertama format Teologis. Ali Taher mengatakan tidak bisa dipungkiri kalau kekuatan milik Allah dan kekuasaan itu diberikan kepada orang yang dikehendak. Dan kekuatan itu bisa dicabut Allah dari orang yang dikehendaki.
"Kalau kekuasaan itu diperoleh dengan menghalalkan segala cara, itu namanya tidak barokah," ujarnya.
Sedangkan kedua yakni format yuridis berupa aturan Pilkada dan UU. Terkait dengan UU Pemilu misalnya KPU menurut dia tinggal menjalankan saja. Namun KPU tidak bisa menjalankan UU tersebut kalau tidak ada format hukum.
"Artinya KPU tidak boleh menafsirkan UU. Harus ada prinsip kepastian hukum yang didasarkan pada lima prinsip hukum. Dasar itu harus jelas dan sesuai dengan peraturan. Artinya, KPU sebagai lembaga harus tegas, pelaksanaannya tepat dan kepastian tegas," demikian Ali Taher. [zul]
Sumber: http://www.rmol.co/read/2015/07/31/211788/MPR-Wajib-Pantau-Perkembangan-dan-Dinamika-Pilkada-