Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan Sidang Pleno pengujian Pasal 134 dan 136 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan Dr. Eggi Sudjana, S.H., M.Si., dengan kuasa hukum Firman Wijaya, S.H., dkk pada hari Selasa, 14 November 2006 pukul 10.00 WIB di ruang Sidang Mahkamah Konstitusi RI, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.
Pada sidang sebelumnya (9/10) Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A selaku Ahli mengusulkan bahwa untuk masa yang akan datang sebaiknya kita tidak mengenal lagi pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, dengan demikian apabila terjadi penghinaan terhadap Presiden, yang digunakan haruslah bab tentang penghinaan pada umumnya. Bahwa pengertian dari penghinaannya harus sama dengan warga negara yang lain, karena itu dengan sendirinya harus dihindari pengunaan pasal penghinaan pada masa yang akan datang untuk dipergunakan keperluan-keperluan yang sebenarnya bukan merupakan penghinaan, tetapi menghambat kemerdekaan menyampaikan pikiran, pendapat, atau protes dari kebijakan Pemerintah. Arti penghinaan Pasal 134 KUHP dan Pasal 136 bis KUHP harus mempergunakan pengertian yang berkembang dalam masyarakat tentang pasal-pasal 310 sampai dengan 321 mutatis mutandis. Dengan mempertimbangkan perkembangan nilai-nilai sosial dasar dalam masyarakat demokratik yang modern, delik penghinaan tidak boleh lagi digunakan untuk menghambat kritik dan protes terhadap kebijakan Pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Pada Sidang Pleno besok juga akan menguji Pasal 134, Pasal 136bis dan 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Mengenai Penghinaan Dengan Sengaja terhadap Presiden Republik Indonesia atau Wakil Presiden Republik Indonesia, yang diajukan Pandapotan Lubis dengan kuasa hukum Irma Hattu,SH., Dkk. Di mana Pemohon merasa hak-haknya dilanggar dengan diberlakukannya pasal-pasal tersebut dan sudah ditahan selama kurang lebih 4 bulan. Selain alasan-alasan dan dasar hukum tersebut di atas, Pemohon juga menyampaikan alasan lain mengenai Pasal-pasal tentang Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tersebut, namun tidak menyebutkan secara Tegas, Pasti dan Limitatif tentang perbuatan apa yang diklasifikasikan sebagai Penghinaan.
Rangkaian acara Sidang Pleno besok (14/11) adalah mendengarkan keterangan Ahli yang diajukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.