Kongres Advokat Indonesia (KAI) menegaskan organisasi advokat seperti yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 101/PUU-VII/2009 tanggal 30 Desember 2009 belum terbentuk. Mandat pembentukan organisasi advokat sebagaimana diatur Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan juga Putusan MK Nomor 101 tersebut masih belum terealisasi karena tidak pernah dilaksanakan, baik oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan KAI.
Hal ini disampaikan oleh Presiden KAI Indra Sahnun Lubis ketika hadir sebagai Pihak Terkait dalam sidang uji materiil UU Advokat yang digelar MK pada Rabu (29/7), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara No. 32/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh Ikhwan Fahrojih dkk, para advokat yang merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat.
Bahkan, Indra mempertanyakan landasan hukum yang menyebut PERADI adalah organisasi advokat tunggal menurut hukum (de jure). Padahal, lanjut Indra, pada hakikatnya dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya (de facto) organisasi advokat yang ada adalah PERADI dan KAI. “Secara de jure belum terbentuknya organisasi advokat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat sebagaimana dimaksud di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Dalam kesempatan itu, Indra mengungkapkan keinginannya agar KAI dan PERADI bersatu menjadi satu wadah organisasi advokat. “Itulah harapan saya, kami organisasi advokat maupun advokat kita ingin bersatulah supaya kita bersatu kuat, segala perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang bisa kita kawal, bisa kita kecam apabila bertentangan dengan undang-undang. Itulah harapan kami, Pak, di Mahkamah Konstitusi ini,” paparnya.
Mendalami keterangan KAI, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menanyakan tentang proses yang pernah terjadi dalam usaha menyatukan organisasi advokat. “Pada saat peresmian wadah tunggal yang dimaksudkan tadi tanpa nama, tapi adalah wadah tunggal organsasi advokat. Waktu peresmian itu apakah juga sudah tersusun pengurusnya dan diumumkan atau tidak? Kemudian apakah juga sudah ada anggaran dasar anggaran rumah tangga dari wadah tunggal itu,” tanya Patrialis.
Menjawab pertanyaan itu, Indra menyatakan bahwa proses penyatuan organisasi advokat yang pernah dilakukan sebelumnya tidak pernah sama sekali membicarakan kepengurusan. Anggaran dasar pun juga tidak ada. “Jadi begini, Pak. Tidak ada sama sekali dibicarakan masalah kepengurusan, tidak ada. Jadi, tidak ada anggaran dasar, AD/ART tidak ada, pengurus tidak ada. Diresmikan saja wadah tunggal itu adalah Peradi. Itukah yang saya keberatan, saya coret di depan Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua Mahkamah Agung tidak ada keberatan, tidak ada melarang. Tahu-tahu belakang-belakangan, seminggu kemudian dibuat susunan pengurus. Diumumkan, kita tidak masuk sama sekali di situ. Kan enggak benar, Pak,” papar Indra.
Setelah mendengarkan keterangan KAI, Ketua MK Arief Hidayat menyatakan bahwa sidang kali ini merupakan sidang terakhir. “Baik, kalau begitu seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara 32/PUU-XIII/2015 sudah selesai. Maka kesimpulan, baik kesimpulan yang berasal dari Pemohon, dari Pemerintah, dari DPR, dan seluruh Pihak Terkait atas dasar seluruh rangkaian persidangan ini bisa dikumpulkan di Kepaniteraan. Sudah tidak ada persidangan lagi,” kata Ketua MK Arief Hidayat.
Dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan saat ini terdapat dua organisasi advokat yang mengaku sebagai satu-satunya organisasi advokat berdasarkan UU Advokat yaitu PERADI dan KAI. Padahal UU Advokat hanya mengamanatkan pembentukan satu-satunya organisasi untuk advokat di Indonesia. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan dari sebagian anggota profesi advokat atas proses pemilihan pengurus pusat PERADI yang dilaksanakan tanpa proses yang terbuka dan demokratis, dengan memberikan hak suara yang sama bagi setiap anggota profesi advokat dalam memilih pengurus pusat PERADI.
Menurut Pemohon, sebenarnya dapat dimaklumi apabila proses pemilihan pengurus pada periode awal (2005-2010) dilakukan melalui penunjukkan oleh delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya, yaitu Ikadin, AAI, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Oleh karena batas waktu yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat dalam membentuk organisasi advokat cukup singkat yaitu dua tahun sejak pengesahan UU Advokat. Namun seharusnya, tidak terjadi untuk proses pemilihan pengurus PERADI periode selanjutnya, dimana telah tersedia banyak waktu untuk mempersiapakan proses pemilihan one man one vote. (Lulu Anjarsari)