Merdeka.com - Kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra mengaku bingung dengan pernyataan kuasa hukum Kejati DKI Jakarta yang menilai Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan terhadap putusan pasal 77 KUHAP tentang objek praperadilan. Menurut Yusril, Kejati DKI tidak konsisten dalam mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi.
"Yang sangat menarik bagi saya adalah Kejaksaan menolak semua keputusan MK, dan bagi saya ini pertama kali ya, sering kali Kejaksaan tidak konsisten, jika menguntungkan Kejaksaan mereka pakai, disaat tidak menguntungkan dan memojokkan Kejaksaan mereka tidak pakai dan bilang Mahkamah Konstitusi tidak berwenang," kata Yusril usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7).
"Bagaimana pun keputusan Mahkamah Konstitusi itu keputusan yang mengikat, dan berlaku serta merta seketika setelah dibacakan kepada umum. Karena itu jaksa mengatakan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, itukan tidak benar," sambungnya.
Padahal, kata Yusril, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Hal itu keputusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan penetapan tersangka.
"Kalau berdasarkan fakta dan bukti di persidangan ini. Kami yakin argumen yang kami sampaikan itu cukup kuat dan cukup kokoh juga bantahan yang disampaikan kita," kata dia.
Sebelumnya, Mantan Dirut PT Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan menjalani sidang praperadilan perdana dalam tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun Anggaran 2011-2013 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini. Yusril Ihza Mahendra kuasa hukum Dahlan Iskan mengatakan bahwa tujuan mengajukan praperadilan lantaran ingin mengugat penetapan tersangka kliennya oleh Kejati DKI Jakarta.
"Alasan kami ajukan praperadilan, apa yang dituduhkan ke Pak Dahlan sebenarnya sudah tidak sesuai dengan waktunya. Pak Dahlan sejak 26 Oktober 2012 sudah ga jadi dirut PLN. Sedangkan semua yang dituduhkan ke Pak Dahlan sesudah 26 Oktober 2012," kata Yusril.
Seperti diketahui, Dahlan Iskan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus dugaan proyek pembangunan 21 Gardu Induk (GI) Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Dalam proyek ini, Dahlan bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Atas kasus ini, negara diduga menelan kerugian sebesar Rp 36 miliar. Dahlan diduga melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus itu bermula saat PT PLN membangun 21 gardu induk pada unit pembangkit dan jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Dana proyek ini bersumber dari APBN 2011, 2012, dan 2013 sebesar Rp 1 triliun lebih. Kontrak proyek dilaksanakan pada Desember 2011-Juni 2013. Lingkup pekerjaannya meliputi pengadaan pemasangan dan transportasi pekerjaan elektromekanikal, pengadaan pemasangan, dan transportasi pekerjaan sipil.
Ketika kontrak pembangunan gardu ditandatangani, ternyata belum ada penyelesaian urusan pembebasan tanah yang akan digunakan oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul. Kemudian, setelah pencairan uang muka dan anggaran termin satu, ternyata pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan laporan alias fiktif. Misalnya pembangunan gardu induk 150 kilovolt Jatirangon 2 dan Jatiluhur senilai Rp 36 miliar.
Dalam kasus tersebut, Kejaksaan juga telah menetapkan sembilan tersangka yang kini ditahan. Selain itu, masih ada enam tersangka lain yang masih menjalani proses penyidikan.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/yusril-sebut-kejati-dki-jakarta-tak-konsisten-jalani-putusan-mk.html