TEMPO.CO - KEDATANGAN Saan Mustopa dan para pendukungnya membuat kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang biasanya sepi pada hari Ahad, menjadi riuh. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, itu membulatkan tekad mendaftar sebagai bakal calon Bupati Karawang meski harus mundur dari Senayan. “Saya mantap maju dan siap dengan risikonya,” ujarnya, kemarin.
Mulai kemarin KPU membuka pendaftaran calon kepala daerah untuk bersaing dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Desember mendatang di 269 daerah, yakni di 9 provinsi dan 260 kota atau kabupaten. Pendaftaran akan ditutup besok, meski ada peluang diperpanjang hingga 31 Juli jika ada daerah yang hanya memiliki satu bakal calon.
Bagi Saan, tak mudah untuk memutuskan ikut bertarung dalam pilkada. Sebab, Rabu tiga pekan lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus mengundurkan diri—yang tak dapat ditarik kembali—jika menjadi peserta pemilihan kepala daerah. Dalam uji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tersebut, MK juga mencabut larangan keluarga gubernur dan bupati inkumben untuk ikut serta.
Toh, Saan mengklaim telah menghitung peluangnya untuk menang. Meski tak didukung oleh partainya—Demokrat mencalonkan pelaksana tugas Bupati Karawang, Cellica Nurachadiana—Saan tetap maju dengan perahu lain: Golkar, Gerindra, dan NasDem. “Saya jelas punya perhitungan yang rasional saat membuat keputusan,” ujarnya.
Rekan sejawatnya di Fraksi Demokrat, Mulyadi, mengambil keputusan serupa untuk melawan peluang keterpilihan calon inkumben Gubernur Sumatera Barat yang didukung Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra, Irwan Prayitno. “Politik itu soal pilihan. Dan saya sudah memperhitungkan semua. Bagi saya, ini pertarungan yang menantang adrenalin,” ujarnya Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu.
Untuk melawan petahana, Mulyadi membangun koalisi gemuk dengan menggandeng dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, Hanura dan NasDem. Dengan koalisi itu, ia sudah mengantongi lebih 60 persen suara parlemen. “Di Sumbar hanya ada dua calon. Dalam situasi saat ini, masyarakat bisa mudah memilih. Mana yang lebih baik, yang baru atau yang lama?” katanya.
Optimisme juga sedang dirasakan Chusnunia Chalim. Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini akan mendaftar didukung partainya dan Demokrat. Dia tak gentar meski nanti harus meninggalkan Senayan—kantor DPR. “Terlalu konyol jika saya memikirkan ketakutan untuk mundur dari jabatan.”
Adapun anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Sumatera Selatan, Percha Lenpuri, tak mau menyia-nyiakan putusan MK. Anak kandung Bupati Ogan Komering Ulu Timur, Herman Deru, itu bertekad mencalonkan diri. “Saya sedang mengurus partai untuk pendaftaran ini,” katanya, Rabu pekan lalu, setelah menyambangi kantor pusat PPP dan PAN.
Nyatanya, ada juga yang tak meneruskan langkahnya setelah putusan MK diketuk. Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, akhirnya menarik diri dalam pertarungan bursa Gubernur Kalimantan Selatan. Begitupun dengan Amir Uskara, juga angggota DPR dari Fraksi PPP, yang sempat berniat maju sebagai Bupati Gowa.
Wakil Ketua Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto, mengatakan kewajiban mengundurkan diri dari jabatan membuat sejumlah kader mengurungkan niat mereka untuk maju dalam pilkada. Padahal mereka sudah membangun dukungan dari sejumlah partai. “Banyak sekali yang berniat mundur dari pencalonan kepala daerah,” kata Yandri.
Hal serupa dinyatakan Isa Muchsin, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP kubu Ketua Umum Romahurmuziy. “Mereka tidak ingin berjudi dengan peluang tersebut,” katanya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsudin Haris, menilai jabatan di Senayan tak serta-merta menjamin elektabilitas anggota Dewan bakal tinggi dalam pilkada mendatang. Terlebih jika harus berhadapan dengan inkumben yang berkinerja baik. “Mereka tak bisa lagi oportunistis. Harus ada strategi ekstra untuk meyakinkan pemilih,” ujarnya. “Karena, jika gagal, mereka kehilangan jabatan.”
Komisioner KPU, Ida Budhiarti, mengatakan penetapan calon akan diumumkan pada 25 Agustus mendatang. Dalam pendaftaran tiga hari ini, setiap bakal calon harus melampirkan komitmen untuk bersedia mengundurkan diri jika kelak ditetapkan sebagai calon. “Surat pengunduran diri harus mereka serahkan dalam waktu 60 hari sejak ditetapkan KPU,” tuturnya.
Rontok Sebelum Mendaftar
SEJUMLAH partai politik juga harus merombak ulang formasi kandidat yang sempat mereka jajaki sebagai calon kepala daerah. Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi, yang mewajibkan calon kepala daerah mengundurkan diri dari jabatan publik sebelumnya, membuat wakil rakyat berpikir ulang untuk mencalonkan diri. Berikut ini beberapa di antara mereka yang batal maju dalam pilkada.
NAMA | JABATAN | BATAL MAJU PILKADA
Amir Uskara | DPR RI | Bupati Gowa
Syaifullah Tamliha | DPR RI | Gubernur Kalimantan Selatan
Abdul Hadi | DPRD Kabupaten Balangan | Bupati Balangan
Adjadat Makassar | DPRD Maluku | Bupati Buru Selatan
Nilawati | DPRD Sumatera Selatan | Ogan Komering Ulu Timur
Husni Thamrin | DPRD Riau | Bupati Pelalawan
Sunaryo | DPRD Riau | Wali Kota Dumai
Asnah | DPRD Kepulauan Riau | Wali Kota Batam
Vera Mastura | DPRD Sulawesi Tenggara | Wakil Bupati Banggai
Ridha Ilahi | DPRD Limapuluh Kota | Bupati Limapuluh Kota
Zainuddin Tambuala | DPRD Sulawesi Tengah | Wali Kota Palu
RIKY FERDIANTO | RISET
Sumber: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/27/078686794/feature-berjudi-jabatan-di-laga-pilkada