WARTA KOTA, SURABAYA— Advokat/pengacara yang memenangkan gugatan suara terbanyak pemilu legislatif 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu Mohammad Sholeh, kini mengugat UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang dinilai mencerminkan ketidakpastian hukum.
"Sudah saya ajukan kemarin (22/7). Ini tidak ada kaitannya dengan PDIP yang juga menggugat. Mungkin materi gugatannya sama dengan saya," kata Sholeh kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, UU 8/2015 pasal 52 mensyaratkan pasangan calon kepala daerah minimal dua orang, sedangkan pasal 48 dan 49 itu menyatakan apabila setelah dibuka pendafatran tidak mencapai minimal dua calon maka akan diperpanjang 10 hari.
Namun oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah dinyatakan apabila dibuka perpanjangan 3 hari masih tidak mencapai minimal 2 pasangan calon, maka KPU membuat keputusan penghentian proses pilkada dan ditunda pilkada serentak berikutnya yakni pada 2017.
"Pertanyaan UU ini mensyaratkan minimal dua pasangan calon, kalau tidak tercapai dibuka perpanjangan, setelah itu mandek tidak ada solusi dihentikan, tidak dilanjutkan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, PKPU 12/2015 itu melampui kewenangan, tidak ada UU mengamanatkan menunda pilkada karena tidak memenui minimal dua pasangan calon.
"Maka ini yang saya persoalkan, kenapa harus saya gugat UU Pilkada. Ini karena tidak mencerminkan adanya ketidakpastian hukum. Logika ketatanegaraan, orang dicalonkan dan mencalonkan adalah hak. Sama dengan pemilih yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) yang diperbolehkan menggunakan hak pilihnya atau tidak. Tidak boleh memaksa, jika dikasih DPT tapi tidak dipergunakan bukan salah negara, yang salah pemilih," ujarnya.
Sama halnya negara juga sudah memberikan kesempatan kepada calon perseorangan maupun parpol atau gabungan parpol untuk mendaftar pilkada, ketika tiga hari tidak dimanfaatkan mestinya UU itu menyatakan jika perpanjangan tiga hari tidak ada calon maka proses pilkada tetap dilanjutkan karena pilkada itu hak tidak bisa dipaksa.
"Maka, jika koalisi Majapahit (gabungan enam parpol di Surabaya) yang tidak mencalonkan ya tidak ada masalah. Pilkada juga butuh biaya dan memiliki calon yang punya elektabilitasnya tinggi. Jadi wajar tidak mencalonkan," katanya.
Pada konteks ini, lanjut dia, Koaliasi Majapahit tidak salah, yang salah adalah UU Pilkada yang tidak mengantisipasi adanya calon tunggal atau calon petahana yang kuat.
"Makanya kita gugat supaya MK memutuskan bahwa pilkada satu pasangan itu sah sepanjang dibuka perpanjangan dilaksanakan," katanya.
Ia juga sempat mencetuskan apabila Pilkada juga mengdopsi pelaksanaan kepala desa yang jika hanya satu calon, maka diterapkan sistem bumbung kosong atau melawan kotak kosong.
"Mestinya teori itu bisa diadopsi pilkada karena selama ini dianggap demokratis. Maka Mahkamah Konstitusi bisa memutuskan apa perlu KPU menyediakan kotak kosong," ujarnya.
Sementara itu, DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menunjuk mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya Edward Dewaruci sebagai kuasa hukum untuk mengugat UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai melanggar UUD 1945.
"Gugatan sudah siap, termasuk tim advokasi baik dari internal PDIP maupun eksternal. Sesuai rencana gugatan kami layangkan ke Mahkamah Konstitusi hari ini," kata Edward Dewaruci.
Menurut dia, gugatan itu dilayangkan karena adanya kekosongan hukum dalam pelaksanaan Pilkada Surabaya 2015. Hal ini dikarenakan sumber permasalahannya adalah munculnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2105 tentang pencalonan kepala daerah hasil penerjemahan KPU RI atas UU 8/2015 tentang Pilkada.
UU Pilkada tersebut, lanjut dia, tidak mengantisipasi adanya kemungkinan dalam Pilkada di suatu daerah dimana dominasi calon petahana begitu kuat sehingga dalam pilkada hanya ada satu pasangan calon.
"Siapa tahu kasus ini juga terdapat di daerah-daerah lain. Kalau seperti itu tidak diantisipasi, maka bisa jadi tidak adanya kepastian hukum," ujarnya. (Antara)
Sumber: http://wartakota.tribunnews.com/2015/07/23/pengacara-surabaya-gugat-uu-pilkada?page=3