JAKARTA, (PRLM).- Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais Wiryosudarmo menegaskan dalam menyelesaikan konflik Tolikara yang terjadi pada hari Jumat, 17 Juli 2015 di Tolikara, Papua lalu, ada tiga prinsip mendasar yang bisa digunakan. Tiga prinsip itu adalah prinsip kembali ke konstitusi, prinsip kerukunan bangsa, dan prinsip keadilan, kata Hanafi Rais kepada wartawan, Selasa (21/7/2015) menanggapi insiden yang terjadi bertepatan dengan perayaan Idulfitri, Jumat lalu.
Hanafi Rais dari FPAN ini menjelaskan, prinsip pertama terkait kembali ke konstitusi. Bahwa kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi, yakni UUD Negara RI Tahun 1945. Pasal 28E ayat (1): ”Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya….” dan Pasal 28E ayat (2): ”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
Selanjutnya, Pasal 29 ayat (2): ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Dalam prinsip ini, menurut Hanafi Rais, yang penting adalah pengakuan bahwa berkeyakinan kepada Tuhan adalah hak mendasar pribadi semua warga negara di Indonesia. Oleh karena itu, negara melalui Presiden, Polri, TNI, DPR RI harus menjamin tegaknya hak mendasar ini.
“Ini yang tidak boleh ditawar-tawar. Saya menyampaikan apresiasi kepada Kapolri yang bergerak cepat untuk menjamin hak mendasar warga negara ini,” tegas Hanafi Rais.
Lebih lanjut, Hanafi menjelaskan prinsip kedua terkait kerukunan bangsa. Dikatakan Hanafi, ada dua hal penting dalam prinsip kerukunan bangsa ini. Pertama, sejarah telah mengajarkan kepada bangsa kita bahwa instrumen kekerasan tidak bisa digunakan untuk mengelola bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini. Konflik di Ambon, Poso, Kalimantan dan lain-lainnya adalah pelajaran yang sudah kita bayar mahal dan tidak boleh terulang lagi.
Oleh karena itu, kata dia, prinsip utama yang harus dipegang oleh semua pemimpin di Indonesia adalah prinsip kerukunan bangsa. Jadi dalam menyelesaikan kasus Tolikara, semua pemimpin harus duduk dengan semangat membangun kerukunan ini sebagai prinsip utama yang tidak bisa dinegosiasikan.
“Bangsa Indonesia harus belajar untuk menjadi bangsa pemaaf. Rekonsiliasi harus menjadi semangat bersama,” katanya.
Lebih lanjut, Hanafi mengugkapkan hal penting kedua terkait kerukunan bangsa, dimana sejarah juga memberitahu kita bahwa masyarakat Indonesia ini rentan terhadap politik devide et impera yang dilakukan oleh pihak asing. Artinya, jika kita melupakan kerukunan bangsa, maka yang diuntungkan adalah pihak asing yang akan memecah belah dan menguasai Indonesia.
“Ingat bahwa Indonesia adalah negara besar. Negara yang diramalkan oleh banyak peneliti akan menjadi 10 raksasa ekonomi pada tahun 2030. Ada banyak pihak asing yang tidak suka kita menjadi bangsa besar. Salah satu caranya adalah menginjeksi konflik-konflik semacam ini,” kata Hanafi.
Lebih lanjut, putra dari mantan Ketua MPR RI Amien Rais ini menyampaikan prinsip keadilan sebagai prinsip ketiga untuk memecahkan konflik di Tolikara, Papua.
Hanafi mengingatkan bahwa setiap konflik "agama" selalu berhubungan dengan aspek keadilan sosial ekonomi dan politik yang lebih luas. Misalnya, kesenjangan ekonomi antar kelompok, kesenjangan sosial antara pendatang dengan penduduk asli, serta mungkin juga mobilisasi konflik politik oleh pihak-pihak yang merasa untung jika ada konflik yang langgeng.
“Kita harus berani melihat konflik di Tolikara ini dengan perspektif keadilan yang lebih luas,” ujar Hanafi.
Ia mengungkapkan, “masalah Tolikara bukan hanya masalah keamanan atau masalah agama, tetapi bisa jadi berhubungan dengan ketidakadilan sosial ekonomi dan politik.”
Dalam konteks ini, Hanafi menyampaikan bahwa sangat penting untuk memperbesar semangat solidaritas sosial yang dimiliki agama-agama. Dalam bahasa Islam, agama juga harus memajukan hablumminannas, hubungan antara manusia. Sehingga setiap umat beragama bisa terlatih peka terhadap masalah kesenjangan sosial ekonomi politik yang ada disekitarnya.
“Agama harus mendorong inklusifitas, bukannya membuat orang makin eksklusif,” kata Hanafi Rais. (Sjafri Ali/A-147)***
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/politik/2015/07/22/335363/tiga-prinsip-untuk-memecahkan-konflik-tolikara