INILAHCOM, Jakarta Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait norma di Pasal 7 huruf r UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berimbas bakal suburnya politik dinasti di daerah. Bagaimana cara menahan laju politik dinasti di daerah?
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus norma Pasal 7 huruf r UU No 5 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang memuat norma larangan maju dalam kontestasi Pilkada bagi yang memiliki konflik kepentingan dengan petahana dibatalkan oleh MK. MK menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Putusan MK ini tentu berimplikasi dalam pilkada di daerah-daerah. Keluarga petahana tidak ada lagi larangan untuk maju dalam Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang. Bagaimana untuk mencegah politik dinasti tumbuh di masyarakat?
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan politik dinasti dapat ditahan dengan melakukan penerapan yang lebih ketat UU Pemerintahan Daerah dan UU Administrasi Pemerintahan. Menurut dia, perlu dirumuskan peraturan pelaksana yang menyangkut potensi penyalahgunaan wewenang kepala daerah.
"Perlu adanya penyusunan peraturan pelaksanaannya terutama menyangkut potensi penyalahgunaan wewenang Kepala Daerah dan Wakilnya. Begitu juga pengawasan dari publik mesti dikuatkan," kata Arif di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (10/7/2015).
Arif menambahkan, selain melakukan pengaturan pelaksana di UU Pemerintahan Daerah dan UU Administrasi Pemerintahan perlu juga diatur di internal partai terkait pengkaderan, serta pengelolaan regenerasi di internal partai politik. "Harus ada pengelolaan regenerasi yang demokratis dan adil serta penegakan etika politik di internal partai," tambah Arif.
Lebih dari itu, Arif mengatakan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perubahan secara terbatas UU Pemda dan UU Administrasi Pemerintahan yang menyangkut pembatasan atau pengetatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atas pengelolaan keuangan daerah. "Serta perubahan dalam manajemen birokrasi dan administrasi pemerintahan," cetus Arif.
Sementara Sekretaris Fraksi PKS Sukamta menilai putusan MK terkait pencabutan pembatasan keluarga petahana untuk maju dalam pilkada berdasarkan asas equality before the law. "Alasan dihapuskannya klausul keluarga petahana dalam pencalonan kepala daerah memang sesuai dengan asas equality, karena dalam UUD NRI 1945 disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memilih atau dipilih. Kita perlu apresiasi MK dalam hal ini," ujar Sukamta.
Menurut dia, putusan MK ini diharapkan akan mengokohkan demokrasi, meskipun bisa saja hal ini justru membuka peluang terjadinya politik dinasti yang mengarah kepada oligarki politik.
Upaya menahan laju politik dinasti semestinya harus dirumuskan kembali dengan tanpa melanggar konstitusi. Bagaimanapun fenomena politik dinasti harus direspons serius demi terwujudnya demokrasi yang substansial. [mdr]
Sumber: http://m.inilah.com/news/detail/2221257/ini-cara-mengganjal-laju-politik-dinasti