JAKARTA - Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Adang Ruchiatna Puradireja menyesalkan
pengakuan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan saat bersaksi dalam sidang uji materi pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan Bambang Widjojanto di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut ada rekaman yang dilakukan KPK berisi pembicaraan tentang upaya pelemahan KPK.
Dia menyesalkan pengakuan dari seorang penyidik KPK, pasalnya pimpinan KPK membantah pengakuan Novel itu. Bahkan secara formal lanjut Adang, pimpinan KPK sudah menyurati bantahannya ke MK.
"Saya heran luar biasa. Karena pengakuan di depan Majelis Hakim MK itu dilakukan di bawah sumpah. Mengapa saksi itu bisa dan gagah berani menyampaikan hal yang diperoleh dengan cara tidak benar?" ujar Adang kepada Okezone, Minggu 12 Juli 2015.
Adang meminta KPK melakukan langkah-langkah tertentu untuk mengoreksi pernyataan yang dilontarkan Novel. Karena banyak media mengaitkan nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Mengapa telefon seluler pribadi orang yang bukan penyelenggara negara dan tidak terkait dengan dugaan korupsi dengan mudah disadap secara ilegal menggunakan fasilitas negara yang dimiliki KPK," bebernya.
Oleh karena itu, dia meminta KPK mengklarifikasi, apakah benar mereka melakukan penyadapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di KPK terhadap Hasto.
"Masa KPK menghalalkan lembaganya digunakan penyidik KPK untuk tujuan-tujuan personal? Bukankah itu sudah masuk dalam kategori dugaan penyimpangan kewenangan?"pungkasnya.
Seperti diketahui, pada 25 Mei 2015 saat sidang uji materi Pasal 32 Ayat 2 Undang-Undang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Novel mengaku terdapat rekaman yang menunjukkan adanya upaya kriminalisasi, intimidasi dan ancaman terhadap KPK.
Novel menyebut bahwa rekaman tersebut berisi tentang pembicaraan upaya pelemahan KPK terkait penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan. Dalam rekaman tersebut disebutkan adanya rencana menersangkakan bukan saja komisioner KPK, tetapi juga penyidik dalam kasus yang membelit Budi Gunawan kala itu.