Banyak anggota dewan yang diperkirakan mengurungkan niatnya untuk maju menjadi bakal calon kepala daerah. Kondisi ini di luar prediksi masyarakat sebelumnya. Bahkan, disebut-sebut, calon yang akan turun bertarung, tak lagi sebanyak sebelumnya. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), telah mengubah peta politik Pilkada, termasuk di Sumbar.
Ternyata keputusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan judicial review terkait Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU, salah satu keputusanya adalah calon Kepala Daerah harus mundur dari jabatan Parlemen.
Kondisi pro kontra atas keputusan MK merupakan hal yang wajar dalam suatu keputusan. Apalagi keputusan berkaitan dengan masalah politik dan banyak kepentingan. Namun, menyikapi kondisi di atas ada satu hal yang menarik yang perlu dicermati. Adalah ketidaksiapan secara psikologis, bahwa banyak di kalangan anggota dewan yang tidak siap dengan keputusan ini.
Keputusan MK tentang anggota dewan harus mundur dari jabatan jika ingin mencalonkan diri mejadi kepala daerah akhirnya menyebabkan banyak anggota dewan mengurungkan niat untuk maju. Mundur dari arena pertarungan mendapatkan posisi eksekutif dalam Pilkada serentak 2015. Sikap anggota dewan membatalkan maju sebagai kepala daerah tersebut hampir merata di seluruh daerah Sumatera Barat, dan Indonesia, tanpa melihat apa partainya.
Membaca pemberitaan media masa Sumbar akhir-akhir ini sudah mengungkap bukti bahwa beberapa anggota dewan yang dijagokan maju telah mengundurkan diri, ketika diwawancarai oleh awak media. Seperti Syafrinaldi dari FPKB Kabupaten Padang Pariaman yang digadangkan berpasangan dengan Drs H Damsuar (Wakil Bupati) dalam Pilkada Padang Pariaman. Dia secara terang-terangan melalui media menyatakan diri akan mundur menjadi bakal calon wakil bupati jika keputusan seperti itu.
Ada juga yang masih malu-malu mengatakan siap mundur. Seperti berita Haluan yang dikutip menjelaskan bahwa Ketua DPRD Tanah Datar, Zul Dafri yang merupakan kandidat balon Bupati Tanah Datar dari Partai Golkar, juga belum bisa memastikan apakah bakal tetap maju sebagai bupati atau tetap memilih bertahan sebagai Pimpinan DPRD empat tahun kedepan.
Begitu juga dengan anggota DPR RI yang ingin bertarung dalam Pilkada Sumbar masih ragu-ragu untuk maju menjadi calon gubernur dan wakil gubrnur. Ada selentingan isu sebahagian Anggota DPR RI akan berencana membatalkan pencalonannya pascakeluarnya keputusan MK ini. Namun belum ada penyataan secara resmi, meski Anggota F-Demokrat Mulyadi, telah menyatakan diri tetap maju ke putaran Pilgub.
Fenomena mundurnya para anggota dewan dari pencalonan menjadi calon kepala daerah merupakan situasi politik yang perlu dikaji secara psikologis politik. Karena ada pertanyaan besar masyarakat, mengapa para calon kandidat sudah berkoar-koar di media masa menyatakan diri siap maju untuk memperbaiki daerah. Namun akhirnya, saat MK mengeluarkan keputusan, mereka memilih mundur.
Dibandingkan kemunculan awal para calon tersebut, sekarang mereka mulai realistis. Ada yang dengan gagah berani maju dalam baliho dipasang di mana-mana, dan siap juga menyingsingkan lengan baju akan berkorban untuk memperbaiki masyarakat daerah dan Sumbar, andai menang menjadi kepala daerah.
Secara psikologis politik, munculnya keinginan anggota dewan tersebut menjadi calon kepala daerah dinilai awal-awal murni kinginan pribadi untuk memperbaiki masyarakat. Bahkan, sepertinya tidak ada embel-embel dusta yang terlihat.
Tetapi mengapa sekarang semuanya seperti balik kanan. Berputar seratus delapan puluh derajat dari semula. Malah mereka merasa seperti ada penyesalan jika maju jadi kepala daerah, kalau harus mundur dari posisi anggota dewan seperti mengacu pada keputusan MK tersebut.
Penulis menilai, keadaan banyak anggota dewan yang menarik diri dari pencalonan pascakeputusan MK memberi isyarat bahwa anggota dewan yang maju tersebut hanya sekedar memenuhi ambisi untuk berkuasa. Atau hanya sekadar mendapatkan jabatan dan fasilitas yang lebih dari jabatan sebelumnya. Kemungkinan sebelumnya, ketika mendapat posisi anggota dewan, mereka merasakan tidak seindah posisi kepala daerah yang memiliki kekuasaan lebih.
Jika asumsi ini benar maka anggota dewan yang maju menjadi kepala daerah hanya sekadar mencari kesenangan. Serta boleh dikatakan tidak serius maju untuk mengabdi dan akan membangun daerah mereka. Karena itulah, keputusan MK ini dapat dikatakan “uji nyali” bagi para wakil rakyat menjadi kepala daerah. Jangan lagi ada yang aji mumpung, dan kembali menjabat, kalau tidak terpilih.
Melihat perkembangan di lapangan, diperkirakan hanya beberapa saja yang berani mengambil sikap tersebut. Itupun setelah menghitung matang-matang, bagaimana kemungkinan menang, bukan seperti pilkada terdahulu, asal maju saja. Kita lihat saja, jelang pendaftaran di KPU, siapa calon yang berani maju dengan risiko kehilangan kursi empuk wakil rakyat. (*)
YOHANES WEMPI
(Anggota DPRD Padang Pariaman Periode 2009-2014
Sumber: http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/41875-keputusan-mk-uji-nyali-calon-kepala-daerah