Keberadaan calon independen dalam pemilihan kepala daerah bertujuan untuk menjaga agar partai politik tetap sehat. Hal ini disampaikan oleh pakar komunikasi politik Effendi Ghazali selaku Ahli dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Sidang perkara dengan 60 PUU-XIII/2015 ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (9/7), di Ruang Sidang Pleno MK.
“Untuk menjaga agar partai politik tetap sehat, maka disediakan mekanisme calon perseorangan yang dalam pertimbangan paradigmanya merupakan vaksin untuk menyehatkan partai politik,” jelas Effendi pada sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Ia melanjutkan, negara yang memiliki sistem demokrasi yang matang justru memilih memudahkan persyaratan dukungan untuk calon perseorangan dalam upaya atau proses menuju system politik yang lebih sederhana. “Karena itu, selain mendirikan partai politik baru, maka kesempatan untuk menyampaikan dan mengimplementasikan ideologi tertentu layak diberikan secara luas kepada calon perseorangan,” paparnya pada perkara yang diajukan oleh Fadjroel Rahman Saut Mangatas Sinaga dan Victor Santoso Tandiasa tersebut.
Kualitas Demokrasi
Sementara itu, Faisal Basri yang menjadi saksi pemohon menjelaskan keberadaan calon perseorangan dalam Pilkada justru akan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dalam keterangannya, Faisal menuturkan pernah mendaftar untuk partai politik dalam Pilkada, namun ditolak dengan alasan partai tersebut sudah mengusung pasangan lain. Dalam pembicaraan, lanjutnya, dikatakan jika pasangan yang diajukan gagal, maka akan dilelang dengan penawaran tertinggi.
“Bertolak dari pengalaman-pengalaman itulah kita memang demokrasi kita pada waktu itu tidak punya katup pengaman, tidak punya jaring-jaring pengaman kalau terjadi kezaliman yang sudah melampaui batas pada partai politik, tidak ada yang mengkoreksi. Di sinilah fungsi mulia dari calon perseorangan itu,” terangnya.
Menurut Faisal menjadi calon perseorangan akan meningkatkan kualitas demokrasi karena seorang calon perseorangan dapat menemukan cara yang inovatif untuk mengkampanyekan dirinya kepada masyarakat. “Itulah yang akan meningkatkan kualitas demokrasi,” katanya.
Para pemohon pada sidang pendahuluan Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 mendalilkan bahwa uji materi yang diajukan mereka dimaksudkan untuk mengikuti dan berpatisipasi melalui jalur independen dalam Pilkada di daerah Kalimantan Selatan. Pemohon mendalilkan, persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah dari jalur independen sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 UU Pilkada bersifat diskriminatif. Diskriminasi ini terjadi dalam penentuan jumlah besarnya persentase dan jumlah bilangan pembagi.
Jumlah persentase dukungan yang harus diperoleh oleh calon kepala daerah dari jalur independen, naik sebesar 3.5% dari ketentuan lama yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Lulu Anjarsari)