Mahkamah Konstitusi melanjutkan kembali pemeriksaan pendahuluan pasca perbaikan permohonan dari kasus No. 012/PUU-IV/2006 yang diajukan oleh Drs. Mulyana Wirakusumah dan Capt. Tarsisius Walla, untuk menguji UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), pada Selasa 29 Agustus 2006.
Pada permohonan awal, kedua Pemohon Prinsipal yang diwakili oleh pengacaranya, antara lain, Sirra Prayuna, SH, Gunawan Nanung, SH, dan Hari Izmir V, SH mengajukan judicial review Pasal 6 huruf c, Pasal 12 ayat (1) huruf a, Pasal 40, Pasal 70 dan Pasal 72 UU KPK.
Sedangkan dalam perbaikan permohonannya, kuasa hukum Pemohon menjelaskan bahwa pihaknya telah memisahkan permohonan perkara antara Mulyana dan Tarsisius Walla. Selain itu, ketentuan Pasal 40 tidak kami ajukan kembali, karena berdasarkan Putusan MK No. 006/PUU-I/2003, alasan konstitusionalnya sama, terang Gunawan.
Dalam perbaikannya, Pemohon masih tetap mempertahankan uji materi pada Pasal 6 huruf c dan Pasal 12 ayat (1) UU KPK, meski pasal tentang penyadapan itu sudah pernah diuji oleh MK. Terhadap permohonan Capt. Tarsisius Walla, kuasa Pemohon memperbaiki permohonannya dengan hanya mengajukan uji materi Pasal 72 UU KPK yang berkaitan dengan tempus delicti terjadinya tindak pidana dengan berlakunya UU KPK. Tindakan pidana terjadi sebelum undang-undang ini disahkan. Maka, kami mempersoalkan, apakah bisa diberlakukan asas retroaktif terhadap Pemohon? tanya Gunawan.
Lebih lanjut, Gunawan meminta, apakah Pemohon Prinsipal bisa dihadirkan di persidangan. Jawab I Dewa Gede Palguna, SH, MH, Ketua Hakim Panel, permintaan kuasa pemohon sepenuhnya menjadi kewenangan sidang pleno untuk mengabulkannya.
Senada dengan Palguna, sebelum mengakhiri persidangan, Maruarar Siahaan, SH, menegaskan bahwa yang ditekankan dalam persidangan di MK adalah pencarian konstitusionalitas norma undang-undang. Jadi, perlu tidaknya Pemohon Prinsipal hadir, itu persoalan nanti. Karena, pengujian undang-undang itu tidak berkait dengan personal, ucap Maruarar sebelum Palguna mengetukkan palu, tanda akhir persidangan.(Wiwik BW)