Berbagai slogan saling serang-menyerang, antara “say no lo LBGT” dan gambar dilarang LGBT, melawan slogan “I am LGBT” dan gambar keluarga yang sejenis.
Jujur saja, saya sangat heran terhadap penyebab kasus yang satu ini, LBGT (Lesbi, Biseksual, Gay dan Trans Gender). Apakah karena kebebasan yang kebablasan atau karena factor gen dan lingkungan? Namun yang jelas, keberadaan kaum ini telah mendapat pengakuan dari Negara Superpower, Amerika Serikat.
Pada tanggal 27 Juni 2015 lalu, Pemerintah Amerika Serikat melegalkan perkawinan sejenis. Alhasil, kaum LBGT yang sebelumnya terdiskriminasi, kini telah mendapat hak yang sama dengan orang-orang normal (Pria tertarik pada wanita dan sebaliknya). Sontak, setelah peraturan itu disahkan, ribuan orang kaum LBGT di beberapa Negara Bagian Amerika berpesta, seperti di Chicago, San Fransisco dan Minneapolis, acara itu sekaligus memperingati “Gay Pride Day”.
Tak sedikit kemudian dukungan dan kritikan muncul terhadap peraturan tersebut, terutama via media sosial, yang kemudian menjadi Trending Topic di dunia Maya lewat #LBGT Rights. Bagi Negara-negara yang berbudaya bebas, seperti barat, cenderung masyarakatnya mendukung hal tersebut. Karena apabila tidak disahkan, maka akan ada diskriminasi dan pengekangan terhadap kebebasan. Bahkan, kalangan yang pro, berharap peraturan ini “diduniakan” oleh pihak Amerika Serikat. Namun, pada masyarakat timur, masyarakat cenderung menolak, terutama yang beragama Islam, karena peristiwa ini sudah pernah terjadi sebelumnya di zaman nabi Luth AS, yang berakibat murkanya Allah SWT.
Reinkarnasi
Reinkarnasi saya fikir adalah kata yang tepat untuk menggambarkan peristiwa atau kasus ini. Secara sederhana, Reinkarnasi merupakan suatu kepercayaan yang menganggap seseorang yang telah mati, akan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Mereka yang dilahirkan itu, bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan sebelumnya, tapi yang lahir kembali itu adalah jiwa yang telah mati tersebut dan kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil perbuatannya terdahulu.
Kisah serupa telah ada jauh sebelum zaman sekarang, yakni pada zaman Nabi Luth as. Ketika LBGT tengah marak-maraknya di negeri Sadum. Perihal kejadian saat itu diceritakan Allah SWT dalam Qur’an, diantara dalam surat Al-a’raf ayat 80-81. Sehingga, Al-walid ibnu Abdul Malik (Khalifah Umawiyah) mengatakan, “Sekira jika Allah SWT tidak menceritakan kepada kita mengenai berita kaum nabi Luth AS, niscaya saya tidak percaya ada lelaki yang bernafsu kepada lelaki lain”. Sehingga, dapat kita ambil kesimpulan, setelah hancurnya negeri Sadum yang masyarakatnya juga bersifat LGBT, kemudian terlahir kembali jiwa atau sifat kaum Sadum itu pada zaman sekarang, dimana banyaknya orang-orang yang juga bersifat LBGT.
Namun, berbicara Agama, ternyata tidak hanya Islam yang berbicara penentangan terhadap LBGT, di kalangan Kristenpun juga demikian. Dimana digambarkan zaman Nabi Luth dengan zaman dimana penuh nafsu dan ditafsirkan sebagai penolakan terhadap hubungan homoseksual. Dalam Alkitab, penafsiran ini didukung oleh larangan tentang hubungan homoseksual yang secara eksplisit tertulis dalam Imamat 20:13 dan penolakan Paulus terhadap kebiasaan orang Yunani / Romawi. Yudas menjelaskan penghancuran Sadum dan Gomora sebagai hukuman untuk perilaku seks yang tidak wajar.
Agama dan HAM
Acapkali tameng yang digunakan oleh mereka yang LBGT adalah HAM. Dimana, setiap orang atau manusia itu memiliki hak yang bersifat asasi, yang Negara tidak berhak ikut campur atau bahkan mengintimidasinya. Sehingga, hal-hal yang bersifat asasi itu tidak bias diatur pemerintah karena itu bersifat inheren (bukan domain pemerintah). Namun, kemudian muncul kritikan, apakah itu suatu HAM yang kebablasan atau memang itulah HAM yang kita kenal selama ini.
Namun, jika kita menggunakan perspektif agama, terutama Islam, tentu sifat LBGT itu tidak dapat dibenarkan. Hal ini tentu bertentangan dengan fitrah manusia serta kodrat alam, yaitu Allah SWT telah menciptakan manusia secara berpasangan antara pria dan wanita, untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makluk ciptaan-Nya yang termulia di atas bumi. Terlebih, kasus ini sudah pernah terjadi dan dijelaskan dalam Al-Qur-an. Sehingga, tidak ada alasan menurut saya bagi umat islam jika seandainya ada yang membenarkan LBGT, karena akan membuat Allah Swt murka seperti zaman nabi Luth as.
Diceritakan dalam kisah nabi Luth as, Allah Swt membutakan mata kaum Sadum karena berusaha menggoda Malaikat yang diutus Allah Swt ke Negeri Sadum. Malaikat tersebut tengah menyamar layaknya lelaki yang tampan. Kemudian masyarakat itu saling bertabrakan karena buta. Kemudian, Nabi Luth as dan keluarganya diberi pesan oleh malaikat untuk pergi meninggalkan Sadum karena azab Allah akan segera tiba.
Kemudian, azab itupun datang. Sewaktu fajar menyingsing, Nabi Luth as dan dua putrinya telah melewati batas kota sadum, begegetarlah dengan dahsyat bumi di bawah kaki masyarakat Sadum, begitu juga dengan istri Nabi Luth as yang munafik. Getaran itu lebih hebat dan kuat dari pada gempa bumi dan juga diiringi dengan angin kencang serta hujan batu yang menghancurkan kota Sadum dan para warganya yang sesat itu.
Nah, itulah kisah yang diceritakan dalam Islam, bahkan juga termakhtub dalam Al-Quran, salah satunya dalam surat Al-a’raf 80-81. Sehingga, saya fikir HAM itu tidak bisa disandingkan atau dijadikan tameng apabila bertentangan dengan Agama. Ibarat konstitusi kita, Undang-undang tidak bisa melabrak atau bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Mengutip kata Eistein, “Tuhan tidak bermain dadu” dalam mengatur dan menetapkan peraturan-Nya. ***
IKHSAN YOSARIE
(Pengamat Politik dan Kebijakan Publik di Litbang HMJ-IP FISIP
dan Departemen Hukpol UKM PHP Universitas Andalas, Padang)
Sumber: http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/41659-zaman-nabi-luth-as-perlahan-terulang