Jakarta, HanTer-Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura (FHanura), Rufinus Hotmaulana Hutauruk menyatakan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 desember mendatang mustahil ditunda.
Sebab, Komisi II DPR sudah meninjau langsung persiapan Pilkada serentak mulai dari KPUD, Panitia Pengawas (Panwas) maupun Kepolisian, seluruhnya tidak menemui masalah dan siap melaksanakan Pilkada serentak 2015.
"Berulang kali kita pergi ke daerah, tidak ada kekhawatiran (Pilkada serentak ditunda). KPUD di sana dan Panwas maupun polisi, oke-oke saja," kata Rufinus saat dihubungi, Minggu (5/7/2015).
Perlu diketahui, dalam rapat gabungan Komisi II, Komisi III, Mendagri, Polri, Jaksa Agung, KPU, Bawaslu, belum lama ini, terungkap anggaran pengawasan dan pengamanan Pilkada serentak 2015 belum terpenuhi. Akibatnya, para kader parpol yang berkonflik di DPR meminta agar Pilkada serentak ini ditunda.
Tidak sampai disitu, parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR juga mendesak agar Undang-Undang (UU) No.8/2015 tentang Pilkada di revisi yang sampai saat ini nasibnya "digantung" di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Bahkan, hal ini juga dikaitkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap KPU yang ditemukan kerugian negara sebesar Rp334 miliar sudah dibawah ke ranah hukum dengan maksud agar para komisioner KPU pusat maupun daerah dipidana. Hal itu di indikasikan agar Pilkada serentak ini ditunda.
Menurutnya, belum adanya anggaran pengawasan Pilkada serentak untuk Panwas/Panwaslu dapat diatasi dengan pengalokasian dari subsidi lain misalnya dari dana hibah yang disetujui pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga dengan anggaran pengamanan Pilkada yang saat ini kepolisian kekurangan dana Rp500 miliar.
Sedangkan, anggaran yang sudah disetujui pemerintah adalah Rp1,1 triliun. "Jadi ada subsidi yang lain yang tidak harus dari APBD. Dan itu (kekurangan anggaran pengawasan dan pengamanan Pilkada) masih punya waktu," ujarnya.
Dia juga tidak khawatir dengan hasil audit BPK atas KPU yang sudah dibawah ke ranah hukum. Sebab, setiap lembaga negara yang terindikasi korupsi harus ditindak. Sehingga, dia berpandangan tanpa diminta oleh DPR maka BPK sudah menindaklanjuti ke penegak hukum. "Tidak perlu begitu, semua yang namanya lembaga yang terindikasi korupsi harus dittindak. Tidak perlu didorong-dorong," jelasnya.
Anggota Baleg DPR ini menegaskan, apabila Pilkada serentak ini ditunda maka itu bertentangan dengan UU Pilkada yang sudah mengamatkan Pilkada serentak di 2015. Begitu juga apabila Pilkada serentak tetap ingin ditunda, maka UU Pilkada harus direvisi dengan mencabut pasal yang mengatur Pilkada serentak dilaksanakan di 2015.
Namun, hal itu juga tidak akan terjadi karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menolak revisi UU Pilkada. "Urgensinya apa, urgensinya tidak jelas. Semua sudah siap selenggarakan Pilkada serentak," tegasnya.
Terkait adanya usulan UU No.8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk revisi pasal yang mengatur batas waktu wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada dari 45 hari menjadi 60 hari, Rufinus menilai hal itu keliru.
Sebab, katanya, batas waktu penyelesaian sengketa Pilkada tidak diatur dalam UU Pilkada bukan UU MK. Sehingga, Advokat senior ini menduga pihaknya yang meminta batas waktu itu di revisi maka mereka ingin menunda Pilkada serentak 2015. "MK minta itu sebagai indikasi tunda Pilkada," katanya.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (FNasDem), Tengku Taufiqulhadi menambahkan, UU Pilkada maupun UU MK tidak perlu di revisi. Sebab, permintaan tersebut keliru dan tidak berdasarkan fakta selama ini bahwa MK bisa selesaikan 900 sengketa Pilkada dalam waktu kurang dari 45 hari. "Tidak perlu dipertentangan masa waktu 45 hari. MK bisa tanganinya," singkat Anggota Komisi III DPR ini.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Yandri Susanto sependapat Pilkada serentak mustahil ditunda. Sebab, katanya, usulan beberapa anggota komisi II DPR untuk merevisi UU Pilkada tertahan pembahasannya di Baleg DPR.
"Bola sudah ada di Baleg, tinggal apakah Baleg merespon mengagendakan membahas rapat mengenai itu. Kalau sudah di Baleg bagaimana tanggapannya, baru dibawa ke Paripurna. Kita juga tidak tahu bagaimana keputusannya nanti. Jadi masih panjang," jelas Anggota Baleg DPR ini.
Sekretaris FPAN di DPR di DPR ini membantah bahwa usulan revisi UU Pilkada dan UU MK di indikasikan untuk menunda Pilkada. Sebab, sambungnya, MK sudah menyatakan tidak sanggup melesaikan sengketa Pilkada dengan batas waktu 45 hari dibagi 269 daerah yang berarti MK punya waktu 35 menit untuk per kasus. "Jadi, dari sisi kualitas penegakan keadilan bisa terganggu. Kita setuju terhadap revisi UU MK itu," katanya.
Dia pun mengungkapkan, batas waktu penanganan sengketa Pilkada tidak hanya diatur dalam UU Pilkada tetapi ada juga di UU MK secara linear. Sehingga, tambahnya, apabila UU MK sudah di revisi maka UU Pilkada otomatis juga ikut di revisi.
"Saya kira bagus, persiapan sebelum pencoblosan juga penting, tapi lebih penting lagi penanganan setelah pencoblosan. Karena, pasangan yang kalah dipastikan menggugat dan ini ranah MK. Kalau MK mengatakan tidak sanggup maka pembuat UU harus merespon itu," pungkasnya.
(Robbi Khadafi)
Sumber: http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/07/05/34313/25/25/Komisi-II-DPR-Pilkada-Serentak-Mustahil-Ditunda