[JAKARTA] Tak hanya mengingatkan kepala daerah untuk tidak menghamburkan uang untuk studi banding dan memperbanyak pegawai di daerah, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) juga meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk tidak meminta dana aspirasi, sebagaimana diminta oleh DPR.
"Jangan minta dana aspirasi, DPRD minta juga dana aspirasi," kata JK saat membuka rapat kerja nasional (rakernas) Keuangan Daerah 2015 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (2/7).
Walaupun, menurut JK, usulan yang disampaikan DPR berguna untuk pembangunan di daerah. Dengan kata lain, aspirasinya yang penting dan bukan dananya.
"Memang apa yang disampaikan DPR ini tidak salahnya juga, yaitu memberikan saran ke pemerintah. Itu (aspirasi) oke, tetapi itu nanti pasti pemerintah menyarankan lagi ke gubernur karena letaknya di daerah detailnya. Oke hanya aspirasi bukan dana aspirasi," ujar JK.
Seperti diketahui, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI meminta dana aspirasi daerah pemilihan dinaikkan hingga Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar per anggota. Sehingga, jika dikalikan dengan 560 anggota DPR yang ada, maka total dana aspirasi mencapai Rp 11,2 triliun.
Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit mengatakan, dana aspirasi nantinya disetorkan ke pemerintah daerah sehingga tidak ada kesempatan bagi anggota DPR untuk melakukan penyelewengan dana.
Kemudian, akhirnya dalam paripurna di DPR yang digelar Selasa (23/6), usulan dana aspirasi tersebut lolos karena disetujui oleh tujuh fraksi dan hanya ditolak oleh tiga fraksi.
Ketujuh fraksi yang setuju tersebut, ialah fraksi Partai Keadilan Sejehtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, Gerinda, Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang setuju dengan catatan harus ada sosilaliasi terlebih dahulu.
Sedangkan, tiga fraksi yang menolak, ialah fraksi Partai Nasdem, Hanura dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinof Chaniago mengatakan bahwa dana aspirasi tak sesuai dengan Undang-Undang (UU).
"Dilihat dari Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 Tahun 2004, dana aspirasi yang diminta dengan jumlah besaran tertentu, tidak sejalan dengan Undang Undang tersebut," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (25/6).
Ia menjelaskan kebijakan pembangunan negara selama satu periode ditentukan oleh visi misi presiden. Sedangkan, aspirasi dari masyarakat terkait pembangunan akan diserap melalui musyawarah perencanaan dan pembangunan (Musrembang), mulai dari tingkat desa sampai nasional. Sehingga, didapat prioritas pembangunan.
Oleh karena itu, lanjutnya, dana aspirasi DPR tidak sejalan dengan konsep pembangunan yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Sejumlah kalangan memang menilai dana aspirasi melanggar sejumlah aturan. Di antaranya, bertentangan putusan Mahkamah Konstitusi pada Mei 2014 tentang uji materi terhadap UU 27/2009 tentang MD3 dan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Dalam putusan tersebut, kewenangan DPR untuk membahas anggaran hingga satuan tiga (jenis belanja dan kegiatan) dibatalkan.
Kemudian, juga disebut melanggar UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang pada sejumlah pasal secara eksplisit menegaskan bahwa belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat.
Apalagi, dalam UU Keuangan Negara sama sekali tidak ada aturan yang membuka celah belanja negara untuk keperluan institusi lain di luar pemerintah. Sehingga, dana aspirasi yg dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan konstituen anggota DPR di dapilnya, bertentangan dengan amanat UU Keuangan Negara. [N-8/L-8]
Sumber: http://sp.beritasatu.com/nasional/jk-dprd-jangan-minta-dana-aspirasi/91156