Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan tugas bersama penyelesaian pelanggaran berat hak asasi manusia sepakat membentuk tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang anggota. Pembentukan tim komite gabungan disepakati dalam rapat koordinasi terbatas lanjutan yang digelar tertutup di Kejaksaan Agung, Kamis (2/7).
Tim beranggotakan 15 orang itu akan bekerja di bawah koordinasi langsung Presiden Joko Widodo. Orang-orang yang mengisi pos terdiri dari unsur korban atau masyarakat, Komnas HAM, Kejaksaan Agung, purnawirawan TNI, purnawirawan Kepolisian, dan sejumlah tokoh yang dianggap kredibel menangani penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Hari ini kami semua sepakat dan berkesimpulan bahwa sudah ada titik terang agar penyelesaian HAM segera di selesaikan. Agar Indonesia terlepas dari sengsara masa lalu," ujar Jaksa Agung H.M Prasetyo usai melakukan pertemuan tertutup di Kejaksaan Agung.
Prasetyo mengatakan upaya penyelesaian mulai mendapatkan jalan terang setelah ada laporan dari Komnas HAM yang selama ini ditugasi untuk melakukan pendekatan kepada pihak terkait kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Nantinya, ujar dia, titik berat upaya penyelesaian akan dituntaskan oleh pihak Kejaksaan dan Komnas HAM, untuk kemudian dilaporkan kepada Presiden sebagai pemilik otoritas untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis, tim beranggotakan 15 orang itu akan berdiri independen dan diisi oleh orang-orang yang mewakili berbagai unsur. Mereka akan bekerja sama dalam mengungkap kebenaran terutama berkaitan tujuh temuan pelanggaran HAM hasil penyelidikan Komnas HAM.
Nur Kholis mengatakan pendekatan penyelesaian tidak berfokus pada kasus per kasus, melainkan lebih mengarah pada pengungkapan suatu pola kesalahan negara atau suatu pola tertentu yang menimbulkan korban di masyarakat.
Mencari kesalahan di balik pelanggaran HAM berat masa lalu dianggap penting lantaran bisa menjadi pintu masuk untuk mencari tahu bagaimana kesalahan itu terjadi dan mengapa kesalahan itu bisa berujung pada pelanggaran HAM.
"Rencananya kami akan bertemu Presiden sebelum lebaran. Nanti akan kami sampaikan temuannya," ujar dia.
Komnas HAM diketahui telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan Agung. Namun laporan itu tidak pernah sampai berujung ke ranah peradilan lantaran hasil temuan Komnas HAM dianggap masih kurang bukti.
Alih-alih diselesaikan lewat jalur peradilan, Kejaksaan dan unsur lembaga pemerintah dan militer menghendaki upaya penyelesaian dengan jalur rekonsiliasi. Keputusan itu disepakati setelah rapat koordinasi dijalin secara intensif dan bertahap hingga akhirnya sampai pada keputusan pembentukan tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang.
Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM di antaranya adalah kasus pembantaian massal 1965, penembakan misterius, kasus Talangsari (Lampung), kerusuhan Mei 1998, dan penculikan sejumlah aktivis.
Selain Nur Kholis dan Prasetyo, dalam rapat terbatas lanjutan kali ini turut pula dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly.
Butuh Payung Hukum
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Ketua Komnas HAM Hafid Abbas, mengatakan pembentukan tim gabungan yang terdiri atas anggota Komnas HAM dan berbagai elemen penegak hukum tersebut merupakan sebuah terobosan politik, terutama dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
"Dari dulu penyelesaian pelanggaran HAM oleh Komnas HAM selalu mandek di pihak penegak hukum. Saya mengapresiasi pembentukan tim ini sebagai keinginan serta janji Jokowi dan Jusuf Kalla untuk menuntaskan kasus ini," kata Hafid saat dihubungi CNN Indonesia.
Hafid mengakui selama ini pihaknya telah membentuk tim independen - saat itu diketuai oleh Roichatul Aswidah - untuk mengusut pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, saat itu, hasil selalu terkendala di pihak Kejaksaan, yang menyebabkan penyidikan kasus tidak pernah bergerak dari titik temuan Komnas HAM.
"Ada stagnasi. Sudah lebih 10 tahun tidak ada langkah konstruktif. Saya harap dengan bergabungnya berbagai elemen penegak hukum, kasus bisa lebih cepat diselesaikan," kata Hafid.
Namun, Hafid mengakui pemerintah semestinya juga menerbitkan payung hukum, yang berbentuk Undang-Undang KKR, untuk mewadahi kerja tim gabungan ini.
"Komnas HAM ada dalam tim gabungan tersebut, padahal rekonsiliasi bukan kewenangan dari Komnas HAM. UU KKR bisa jadi payung hukumnya," ujar dia.
Lebih jauh, dia menjelaskan pemerintah sebenarnya sudah pernah mempunyai UU KKR. Namun, sayang UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006, menyusul adanya berbagai protes atas beberapa pasal atas UU tersebut. Saat ini, kata Hafid, draf UU KKR yang sudah diperbarui telah masuk ke dalam Program Legislasi Prioritas DPR.
"Kalau Presiden dan DPR bisa mempercepat pengesahan UU KKR. Kalau itu sudah ada semua enak bekerja," ujar Hafid.
Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150702144002-12-63889/jaksa-agung-ada-titik-terang-dalam-kasus-ham-masa-lalu/