Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) memperbaiki permohonan uji materiil Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Sidang kedua perkara yang teregistrasi dengan Nomor 73/PUU-XIII/2015 ini digelar pada Rabu (1/7), di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang tersebut, Pemohon menjelaskan telah mengurangi norma dalam UUD 1945 sebagai batu uji dari semula berjumlah 9 norma menjadi 5 norma. Norma tersebut yakni Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1). “Dan batu uji yang terakhir, kelima adalah Pasal 28I ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu mengenai prinsip hak asasi manusia,” jelas kuasa hukum Pemohon Virza Roy Hizzal di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto.
Kemudian, Pemohon juga memperbaiki kedudukan hukum dari PMHI dengan melampirkan anggaran dasar. Tak hanya itu, Pemohon juga memperbaiki petitum permohonan. Jika dalam petitum sebelumnya Pemohon tidak mencantumkan Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara, maka kali ini Pemohon menambahkan Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara yang telah bernomor. “Dan yang terakhir juga di dalam petitum. Kami tidak menyebutkan lagi pasal-pasal yang menjadi batu uji di dalam petitum tersebut, tapi cukup menyebutkan Pasal 158 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” paparnya.
Selain PMHI, salah satu calon Bupati Kabupaten Halmahera Utara Irfan Soekoenay juga menjadi Pemohon dalam perkara ini. Dalam pokok permohonan, syarat pengajuan perselisihan perolehan suara dianggap merugikan hak konstitusional para kandidat yang maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Aturan yang tercantum dalam Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada ini dianggap memberikan pembatasan dengan persentase selisih suara yang begitu ketat. Pemohon menilai ketentuan ini memungkinkan salah satu pasangan calon bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk mengukur perolehan suara setiap pasangan calon, sehingga kemenangan yang diperoleh melebihi batas maksimal yang disyaratkan dalam Pasal 158. Akibatnya, tidak ada pasangan calon yang dapat mengajukan permohonan ke MK. (Lulu Anjarsari)