Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak mempunyai bukti rekaman suara maupun video yang menunjukkan adanya intimidasi kepada para pegawai KPK. Hal itu disampaikan Tim Kuasa Biro Hukum KPK, Rasamala Aritonang pada sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang dimohonkan pimpinan KPK non aktif Bambang Widjojanto di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Selasa (30/6).
Sejatinya, pada sidang ketujuh perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015, Mahkamah akan mendengarkan rekaman suara maupun video yang menunjukkan adanya intimidasi kepada para pegawai di KPK. Agenda untuk mendengarkan rekaman kali ini merupakan tindak lanjut dari permintaan kuasa hukum Pemohon untuk memperdengarkan rekaman tersebut di ruang persidangan MK. Nantinya, rekaman tersebut akan dijadikan bukti oleh Pemohon.
Namun, Rasamala Aritonang menyampaikan bahwa KPK tidak memiliki rekaman yang dimaksud oleh Pemohon. “Kami tidak memahami rekaman bukti kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman yang dimaksud oleh kuasa hukum Pemohon, sebagaimana dalam suratnya Nomor .675/SK-PK/B.2015.05.68/VI/2015, tanggal 5 Juni 2015. Perlu kami sampaikan bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK hanya berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan terkait dengan perkara tindak pidana korupsi,” ujar Rasamala membacakan surat KPK Nomor B5245/01/06/2015 tertanggal 30 Juni 2015.
Selain itu, dalam surat yang dibacakan Rasamala tersebut, KPK menyatakan bahwa Pimpinan KPK tidak pernah memerintahkan penyadapan atau perekaman terkait dengan dugaan kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman sebagai dimaksud oleh kuasa hukum Pemohon. Bila rekaman yang dimaksud Pemohon itu ada, KPK beranggapan seharusnya rekaman itu dilakukan oleh orang perorangan kepada orang perorangan.
“Karena itu permintaan rekaman tersebut seharusnya langsung ditujukan pada orang yang bersangkutan yang melakukan perekaman dan bukan kepada Lembaga KPK,” tegas Rasamala di hadapan Pleno Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Klarifikasi
Pada sidang yang sama, Majelis Hakim juga mengklarifikasi pemberitaan yang beredar di berbagai media massa. Arief Hidayat maupun I Dewa Gede Palguna menjelaskan bahwa MK bukannya tidak mau memperdengarkan rekaman seperti yang dimaksud Pemohon. Namun, ada atau tidaknya rekaman itu tergantung dari KPK selaku Pihak Terkait untuk menghadirkannya.
“Tapi ini jelas bahwa Mahkamah sebenarnya akan mendengarkan rekaman itu, tapi ternyata apa yang kita dengarkan enggak ada rekamannya,” jelas Arief didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Penegasan yang sama juga disampaikan Palguna. Dengan melayangkan surat resmi dan berkomentar di media, Pemohon telah membuat posisi Mahkamah seolah-olah tidak mau mendengar rekaman. Padahal, Palguna menegaskan bahwa MK menjunjung asas fair trial. Kalaupun bukti rekaman seperti yang dimaksud Pemohon ada dan hendak dijadikan bukti tambahan, Palguna mengingatkan agar Pemohon tetap mengaitkannya dengan konstitusionalitas norma yang tengah diuji oleh Pemohon. Sebab, Mahkamah tidak mengadili fakta melainkan norma. (Yusti Nurul Agustin)