Dana Aspirasi Oleh-oleh DPR untuk Dapil
Rabu, 01 Juli 2015
| 09:56 WIB
RMOL. Disetujuinya usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (P2DP) atau dana aspirasi sekedar untuk membuktikan kinerja DPR. Anggota dewan hanya ingin sekedar membawa oleh-oleh saat pulang ke dapil masing-masing.
Demikian disampaikan pengamat anggaran Uchok Sky Khadafi dalam diskusi 'Politik Budget dan Pro Kontra P2DP DPR' yang digelar Perhimpunan Gerakan Keadilan (PGK) di kantornya, Jalan Tebet Timur Dalam Raya 43, Jakarta, Selasa (30/6).
"Yang saya tangkap mereka (anggota dewan) ingin membawa sekedar oleh-oleh ke dapil," katanya.
Sebetulnya, kata Uchok, anggota dewan telah membawa hasil ke dapil masing-masing sesuai bidang komisi. Namun, memang tidak semua komisi dapat menerapkan secara langsung program-programnya.
"Makanya diterjemahkan dalam bentuk dana aspirasi," bebernya.
Ditambahkan Uchok, ngototnya anggota dewan dalam mengusulkan dana aspirasi salah satunya disebabkan beberapa hal perubahan di fungsi anggaran DPR. Keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi bahwa tugas legislatif tidak boleh lagi membahas anggaran hingga satuan III maka membuat anggota dewan stop bermain proyek.
"Karena itu mereka ngotot, dan dicarilah dalil hukum yaitu Undang-Undang MD3 bahwa mereka berhak memasukkan aspirasi dalam bentuk proyek atau program," tegasnya.
Diketahui, pada 23 Juni lalu, sidang paripurna DPR menyetujui Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) senilai Rp 11,2 triliun per tahun bagi anggota dewan, meskipun ada tiga fraksi yakni Partai Hanura, PDI Perjuangan, dan Partai Nasdem yang menolak.
DPR membuat peraturan tentang dana aspirasi dengan dalih sebagai amanah atau penafsiran pasal 78 dan pasal 80 huruf J Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dua pasal itu mengatur anggota DPR berhak untuk memperjuangkan dan mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan.
Sesuai draf RAPBN 2016, dana aspirasi diusulkan sebesar Rp 11,2 triliun atau diberikan Rp 20 miliar kepada setiap anggota dewan per tahun. [zul]